Kasus Covid-19 di Indonesia Konsisten Melonjak

covid-19 2
covid-19 2
Indonesia kembali mengalami lonjakan kasus Corona Virus Disease 2019/Covid-19 (Virus Korona) hingga Sabtu (29/8/2020). Angka ini mencapai 3.308 kasus Covid-19 dibandingkan Jumat (28/8/2020), sehingga menjadi 169.195 kasus postif Covid-19. Sebelumnya, peningkatan kasus positif Covid-19 telah terjadi sejak Jumat (28/8/2020) ketimbang Kamis (27/8/2020). Hal ini sebesar 3.003 kasus positif Covid-19, jadi dihadapi 165.887 kasus positif Covid-19. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 berkilah kenaikan kasus positif Covid-19 dipicu semakin banyak dilakukan tes ini kepada masyarakat dan dilakukan oleh masyarakat sendiri. Selain itu banyak masyarakat belum menyadari menerapkan protokol kesehatan mulai penggunaan masker, cuci tangan, dan menjaga jarak. Pemerintah juga mengklaim penegakan hukum telah dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) setempat. Ini tidak hanya dilakukan oleh aparatnya saja, tetapi ini didukung oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Bahkan, ini dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) lantaran kepala staf AD (Kasad) Andika Perkasa sebagai Wakil Komite Penanganan Covid-19. Kebijakan ini sebagai bukti pemerintah tidak bisa menyadarkan kepada masyarakat bahaya Covid-19 dan keharusan penerapan protokol kesehatan. Pengenaan sanksi denda berupa uang atau kerja sosial belum membuat banyak masyarakat berpikir ulang untuk tidak menaati protokol kesehatan. Mereka masih menganggap penyakit ii tidak mudah menghinggapinya. Cara Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memberlakukan jam malam bisa dilakukan sebagai salaj satu ikhtiar mengurangi kenaikan kasus Covid-19. Sebelumnya, mereka mengajak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Kementerian Perhubungan (Kemhub) menyediakan transportasi umum saat terjadi kepadatan penumpang pada Senin pagi dan Jumat petang. Sejak awal pemerintah tidak mau terbuka bahkan cenderung menggangap Covid-19 tidak akan dialami Indonesia. Ketika ini melanda Tanah Air, pemerintah masih santai dengan memberikan kesempatan masyarakat bepergian yakni mudik Lebaran 2020. Belakangan kebijakan mudik dilarang bagi semua orang, tapi sebagian besar masyarakat sudah meninggalkan daerah perantauan menuju kampung halamannya. Kalau mereka diminta untuk tidak mudik, apa yang bisa diberikan pemerintah tatkala mereka bingung untuk bertahan hidup di tempat perantauannya lantaran sudah tidak bekerja. Kalaupun uang dimilikinya dari pemitusan hubungan kerja (PHK) tidak akan mampu menopang hidupnya di daerah perantauan akibat jumlahnya terbatas. Apalagi, harga kebutuhan sehari-hari dinilai jauh lebih tinggi ketimbang di kampung halamannya yang bahkan bisa menumpang kepada sanak saudaranya. Memang pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat, tapi itu terlambat lantaran mereka sudah pergi dari tempat petantauan. Dari kejadian ini tidak jarang timbul klaster baru di kampungnya akibat mereka tidak melewati masa dan tempat isolasi mandiri yang disediakan pemda setempat. Lonjakan kasus Covid-19 juga tidak heran akibat pemda membolehkan kegiatan perkantoran dan pabik melakukan kegiatannya kembali. Padahal, mereka kembali bekerja datang dari rumah melewati tempat-tempat yang rawan terpapar Covid-19. Begitupula sarana transportasi umum yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk penumpang yang menggunakannya. Hal ini ditambah tempat bekerja tidak menerapkan aturan tadi secara ketat. Belum lagi pemerintah tidak melarang restoran, kedai kopi, dan pusat perbelanjaan beroperasi hingga rencana pembukaan bioskop yang mengundang resiko terjangkit Covid-19 semakin besar. Memang dampak Covid-19 bagi perekonomian yang berlanjut ke dunia usaha sangat besar dengan banyaknya orang tidak bekerja, sehingga tidak memiliki penghasilan bagi kebutuhan sehari-hari. Namun, ini bukan berarti mengorbankan kesehatan masyarakat, apakah Covid-19 yang akan diderita banyak masyarakat dapat mendorong perekonomian. Apabila masyarakat sehat pasti perekonomian akan berjalan kembali. Kejadian yang paling mengkhawatirkan adalah daya tampung rumah sakit (RS) yang semakin terbatas. Kenaikan pasien yang sembuh tidak bisa diadikan tolak ukur ketersediaan kamar, sebab jumlah ini belum bisa mengejar cepat penambahan kasus sehari-hari. Selain itu tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas semakin berkurang tidak hanya akibat tertular Covid-19. Namun, sebagian mereka harus tutup usia tidak mampu bertahan atas infeksinya. Melihat kenyataan di atas pemerintah perlu membuat rencana baru atas lonjakan Covid-19 terutama penanganannya mulai dari kesiapan nakes dan sarana dan prasarananya seperti RS. Masyarakat belum diberitahukan penambahan ini yang terakhir diperbarui saat kasus ini masih berada di angka 1.000-an. Pemerintah juga tidak boleh terlena dengan vaksin Covid-19 dan obata nti Covid-19 yang sedang diujicoba dan masih akan diproduksi pada 2021. Bagaimana apabila jumlah ini terus meroket tidak terkendali sampai tahun depan. Peran komunitas terdesak untuk menekan warganya tidak melanggar protokol kesehatan. Bahkan, mereka harus berani bertindak apabila anggotanya tidak patuh aturan. Pemerintah juga tidak bosan memberikan sosialisasi ini bahkan memberikan contoh melakukan penerapan kesehatan. Begitupula media massa terutama siber dan elektronik sebagai pilihan masyarakat mencari informasi. Terakhir, masyarakat diminta menerapkan protokol kesehatan atas kesadaran diri tidak hanya berbahaya bagi dirinya tetapi orang lain termasuk keluarganya. Selain itu berdoa semoga masalah ini diberikan solusi dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin. (mam)