Indonesia Ciptakan Omnibus Law untuk Menarik Investasi

ilustrasi-omnibus-law
ilustrasi-omnibus-law
Jakarta, 05/03/2020 Kemenkeu - Tekanan ekonomi akibat perang dagang antara Amerika dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) serta virus corona membuat semua negara berlomba-lomba untuk menarik investasi, termasuk Indonesia dengan menciptakan Omnibus Law untuk menyederhanakan aturan yang berbelit-belit dan tumpang tindih. “Karena kunci dari pertumbuhan salah satunya adalah investasi, sehingga tidak bisa kemudian Indonesia yang seperti kemarin yang terlalu terbebani dengan demokrasi yang sangat rigid. Salah satu terobosan yang kita lakukan adalah dengan Omnibus Law,” ujar Sekretaris Kabinet (Seskab), Pramono Anung, saat hadir sebagai pembicara pada acara Pisah Sambut Direktur Eksekutif Kemitraan, di JS Luwansa Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (04/03). Ada 79 Undang-Undang yang di Omnibus Law, dengan 1.244 pasal, lanjut Seskab. Menyederhanakan dan mengharmonisasikan Undang-Undang bukan pekerjaan mudah, maka tidak bisa hanya menggantungkan kepada pemerintah dan parlemen. Ia juga berharap ada partisipasi publik untuk memberi masukan yang tepat sasaran. “Ruang publik harus dibuka seluas-luasnya, kritik harus diberikan karena saya meyakini sebuah pemerintahan yang baik adalah sebuah pemerintahan yang dikritik dengan keras,” tambah Seskab seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet (Setkab). Dalam persoalan investasi, menurut Seskab, harus diubah yang disebut sebagai ease of doing business, tingkat kemudahan berusaha yang sekarang ini Indonesia sudah pada posisi 73 dari 180 negara lebih, 2014 masih pada posisi 120. “Kalau kita mau menjadi negara yang lebih efisien negara yang lebih maju maka di tahun ini harus di bawah 55 levelnya, jadi 55 dari 180. Kalau ini tidak diubah, tidak bisa lebih efisien maka jangan harap kita segera naik kelas,” ujarnya seraya menambahkan jangan sampai Indonesia terjebak dengan middle income trap.(AAN)