Hemat Anggaran dengan SAKIP

20200224_-_Penyerahan_SAKIP_Wilayah_III_6
20200224_-_Penyerahan_SAKIP_Wilayah_III_6
JAKARTA - Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) telah mampu mencegah pemborosan ratusan miliar hingga triliunan rupiah di sejumlah pemerintah daerah. Di tahun 2019, potensi pemborosan yang dapat dicegah sebesar 5,7 triliun rupiah, lebih kecil dari tahun sebelumnya yakni sebesar 65,1 triliun rupiah. Penurunan angka ini diakibatkan oleh upaya refocusing program pembangunan oleh sejumlah instansi pemerintah sehingga menjadi lebih fokus, tepat sasaran, dan menyentuh masyarakat. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menegaskan pemerintah harus menjamin setiap rupiah yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan sehingga benar-benar memiliki manfaat ekonomi, memberikan manfaat untuk rakyat, utamanya meningkatkan kesejahteraan. “Untuk itu, instansi pemerintah didorong untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dengan menjamin APBN yang fokus dan tepat sasaran,” ujarnya beberapa waktu lalu pada acara SAKIP Award 2019. Dengan SAKIP, seluruh kegiatan dan program dapat disisir untuk mengindentifikasi kegiatan-kegiatan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan terus berulang untuk diperbaiki. Kegiatan yang belum fokus pada prioritas, masih menyentuh sasaran pinggir, belum terhujam langsung ke inti outcome akan dihapus dan anggaran dialihkan untuk program yang lebih penting seperti pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, serta pembangunan infrastruktur. Menteri Tjahjo mengatakan banyak kegiatan inefisiensi yang terjadi bertahun-tahun. Melalui SAKIP, instansi pemerintah fokus pada pencapaian prioritas pembangunan nasional melalui perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi, efektif, dan efisien serta monitoring dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara konsisten dan berkala. Presiden Joko Widodo, tidak henti-hentinya mengingatkan tentang pentingnya efektivitas dan efisiensi anggaran. Selain itu, Presiden juga menyampaikan bahwa instansi pemerintah harus berorientasi pada hasil (outcome), bukan lagi output.   20200224 Penyerahan SAKIP Wilayah III 9   Arahan Presiden tersebut segera ditindaklanjuti oleh Kementerian PANRB dengan melakukan evaluasi sekaligus identifikasi terhadap program dan kegiatan yang kurang memiliki daya ungkit kemanfaatan yang jelas untuk masyarakat. Dengan upaya ini, pemerintah sangat fokus untuk melakukan langkah-langkah penguatan dan perbaikan kinerja seluruh aparatur dan organisasi pemerintahan. “Kita harus mengubah mindset bekerja, dari mental menghabiskan anggaran menjadi mental memberi manfaat dari hasil kerja yang dilakukan. Kita perlu secara terstruktur bekerja untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat menuju Indonesia yang lebih baik dan sejahtera,” imbuhnya. Setiap tahun, Kementerian PANRB melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Selain itu, Kementerian PANRB juga memberikan solusi dalam bentuk pembinaan dan bimbingan teknis kepada instansi pemerintah untuk semakin meningkatkan kualitas manajemen kinerjanya. Melalui pembinaan dan bimbingan teknis, telah terjadi perbaikan pada nilai hasil evaluasi instansi pemerintah. Secara nasional, hasil evaluasi SAKIP pada tahun 2019 menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai rata-rata hasil evaluasi pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Untuk kabupaten/kota, rata-rata nilai hasil evaluasi meningkat dari 56,53 di tahun 2018, menjadi 58,97 di tahun 2019. Sedangkan untuk tingkat provinsi, nilainya rata-ratanya meningkat dari 67,28 di tahun 2018 menjadi 69,63 di tahun 2019.   20200224 Penyerahan SAKIP Wilayah III 13   Hasil evaluasi SAKIP pada tahun 2019 menunjukkan masih terdapat 87 Kabupaten/Kota dengan predikat “C”, 124 Kabupaten/Kota dengan predikat “CC”, 227 Kabupaten/Kota dengan predikat “B”, 52 Kabupaten/Kota berpredikat “BB”, dan 12 Kabupaten/Kota yang berpredikat “A”. Analisis terhadap hasil evaluasi menunjukkan bahwa pemerintah daerah dengan kategori B ke bawah, memiliki potensi inefektivitas dan inefisiensi anggaran setidaknya sebesar 40 persen dari total APBD. Semakin tinggi nilai/kategori yang didapat, maka potensi inefektivitas dan inefisiensi anggaran semakin mengecil. Menteri Tjahjo pun mengapresiasi capaian pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang mendapatkan predikat BB dan A karena dianggap bersungguh-sungguh melakukan berbagai upaya perbaikan sehingga tercipta penggunaan anggaran yang lebih efektif dan efisien. Kendati demikian, nilai tersebut bukan berarti tidak ada ruang untuk perbaikan. “Diharapkan pemerintah daerah dengan predikat BB dan A dapat mulai berfokus pada implementasi Performance Based Organization, termasuk upaya menciptakan reward dan punishment yang berdasar pada aspek kinerja,” ujarnya. Sementara bagi provinsi dan kabupaten/kota yang masih berpredikat B, ia meminta agar para gubernur, bupati, wali kota, dan sekretaris daerah untuk fokus pada upaya peningkatan ekfektivitas dan efisiensi anggaran melalui berbagai upaya, antara lain dengan penyempurnaan cascading kinerja hingga level individu, penyelesaian target kinerja tingkat pemerintah daerah melalui kolaborasi seluruh OPD atau cross-cutting program, monitoring dan evaluasi berkala atas kinerja OPD untuk mendorong pencapaian kinerja, serta pemanfaatan aplikasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi.(AAN)