Daftar Pemilih Pemilu Diminta Tak Ada NIK&KK

Zudan Arif Fakhrulloh 2
Zudan Arif Fakhrulloh 2
Gemapos.ID (Jakarta) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) meminta daftar pemilih pemilihan umum (pemilu) tidak menampilkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK). Karena, hal ini bisa disalahgunakan untuk pendaftaran kartu prabayar dan untuk membuat e-KTP palsu. "Itulah mengapa Dukcapil Kemendagri setelah Pemilu 2014 meminta kepada KPU agar NIK dan Nomor KK diganti dengan tanda bintang," kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakhrulloh pada Jumat (22/5/2020). Dukcapil Kemendagri memberikan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) kepada KPU. DP4 ini menjadi salah satu rujukan bagi KPU dalam menyusun data pemilih pemilu dan pilkada. "Sejak penyerahan DP4, Dukcapil Kemendagri meminta KPU berkomitmen mengelola data dengan menjaga kerahasiaan data pribadi," ujarnya. Zulfan mengemukakan Dukcapil sudah melakukan pengecekan data center, log dan traffic pada server data kependudukan. Dari hal ini tidak terdapat indikasi kebocoran data kependudukan di server Dukcapil. Sebelumnya, jutaan data kependudukan milik Warga Negara Indonesia (WNI) diduga bocor dan dibagikan lewat forum komunitas peretas. Data itu diklaim merupakan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014. Kabar kebocoran ini diungkap kali pertama oleh akun Twitter @underthebreach pada Kamis (21/5/2020). Dia menyebutkan peretas mengambil data tersebut dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2013. Data DPT 2014 yang dimiliki peretas disebut dokumen berformat PDF. Dari bukti tangkapan gambar yang diunggah di forum tersebut, peretas memiliki 2,3 juta data kependudukan. Data tersebut berisi sejumlah informasi sensitif, seperti nama lengkap, nomor kartu keluarga, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tempat dan tanggal lahir, alamat rumah, serta beberapa data pribadi lainnya. Komisioner KPU Viryan Azis sedang menelusuri dugaan kebocoran jutaan data kependudukan WNI yang terdapat dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014. Langkah ini dilakukan dengan mengecek kondisi server data KPU untuk menindaklanjuti informasi mengenai kebocoran data yang sedang beredar. Data yang beredar diduga merupakan softfile DPT Pemilu 2014 dengan metadata 15 November 2013. Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Pasal 38 Ayat (5) menyebutkan bahwa "KPU kabupaten/kota wajib memberikan salinan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) kepada partai politik (parpol) peserta pemilu di tingkat kecamatan dalam bentuk salinan softcopy atau cakram padat dalam format yang tidak bisa diubah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan". (mam)