Berikut Komentar PM Australia Tentang Media Sosial

Scott Morisson
Scott Morisson
Gemapos.ID (Jakarta) - Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison mengemukakan media sosial sebagai 'istana pengecut'. Pasalnya, orang bisa pergi ke sana, tak menyebut siapa mereka, menghancurkan hidup orang lain, serta mengatakan hal-hal paling kasar dan menghina, dan melakukan semua itu tanpa tersentuh hukum. "Mereka harus mengidentifikasi siapa mereka, dan pihak perusahaan, jika mereka tak akan mengungkap jati diri mereka, mereka tak lagi menjadi platform, mereka adalah penerbit," katanya pada Kamis (7/10/2021). Sebelumnya, Mahkamah Agung Australia memutuskan para penerbit dapat dimintai tanggung jawab atas komentar-komentar publik di forum daring pada September 2021. Putusan hukum itu telah membenturkan Facebook dan media massa satu sama lain, serta memperingatkan semua kalangan yang berhubungan dengan publik lewat media sosial. Putusan tersebut juga telah mendorong keperluan revisi atas hukum pencemaran nama baik di Australia. Dengan demikian, Morrison menganggap perusahaan seperti Facebook Inc haris bertanggung jawab atas konten pencemaran baik yang diunggah pihak ketiga. Juru bicara Facebook tidak mengomentari secara langsung pernyataan Morrison. Namun perusahaan itu mengatakan mereka aktif terlibat dalam peninjauan undang-undang tersebut. "Kami mendukung pembaruan undang-undang pencemaran nama baik Australia dan mengharapkan kejelasan dan kepastian yang lebih besar dalam hal ini," ujarnya, Keputusan pengadilan mengemukakan keperluan reformasi undang-undang semacam. Sejak putusan hukum itu CNN telah memblokir akses dari Australia ke halaman Facebook stasiun TV milik AT&T Inc lantaran khawatir dimintai tanggung jawab jika terjadi kasus pencemaran baik. Perwakilan koran Inggris Guardian di Australia mengatakan mereka menonaktifkan fitur komentar di sebagian besar artikel mereka yang diunggah ke Facebook. Jaksa Agung Federal Michaelia Cash mengatakan dirinya telah menerima banyak masukan dari para pemangku kepentingan tentang kemungkinan implikasi dari keputusan Mahkamah Agung. Meskipun saya menahan diri untuk tidak mengomentari akibat dari keputusan Mahkamah Agung. "Tugas kita tetap penting untuk memastikan undang-undang pencemaran nama baik selaras dengan zaman digital," bunyi surat tersebut. Peninjauan undang-undang yang telah berlangsung selama 2021  telah menerbitkan 36 pengajuan keberatan di situs Kejaksaan Agung Federal. Salah satunya berasal dari Facebook yang mengatakan mereka tidak harus dikenai tanggung jawab atas komentar yang mencemarkan nama baik. Pasalnya, mereka tak bisa memonitor dan menghapus konten yang diunggah di semua halaman penerbit. Meski portal-portal berita termasuk pengkritik pertama aturan tersebut, para pengacara telah mengingatkan semua sektor di Australia yang menggunakan media sosial untuk berinteraksi dengan publik berpotensi terkena tanggung jawab. "Putusan itu berdampak signifikan pada mereka yang mengelola forum daring… yang memungkinkan pihak ketiga menulis komentar," kata juru bicara asosiasi pengacara Australia. Pemimpin negara bagian Tasmania dan Menteri Utama Wilayah Ibu Kota Australia Andrew Barr termasuk yang mematikan fitur komentar di halaman Facebook. Langkah itu dilakukan "atas dasar kehati-hatian, karena halamannya bukan akun resmi pemerintah tapi halaman pribadi", kata juru bicara Barr lewat surat elektronik, Putusan Mahkamah Agung Australia bisa memicu "banjir gugatan pencemaran nama baik… atau orang memilih cara lain dan mulai mematikan fitur komentar di Facebook," kata Steven Brown, seorang pengacara.