Apa Peran Wartawan Ciptakan Kemerdekaan Indonesia?

Wina Armada Sukardi
Wina Armada Sukardi
Gemapos.ID (Jakarta) - Kontribusi wartawan dalam kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak bisa dibilang sedikit. Mereka membantu menyatukan cerita orang yang hidup di bawah kolonial bangsa asing." "Beberapa puluh tahun menjelang tahun 1945 itu, semakin intens dan intesitasnya itu dibangun wartawan, penulis, kelompok akademisi dan media," kata Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa dalam webinar bertema ' Mengawal Kemerdekaan pada Senin (16/8/2021). Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, tetapi proses menumbuhkan kesadaran kebangsaan itu dilakukan jauh sebelum momen bersejarah itu terjadi. Indonesia bersyukur memiliki bahasa yang kelak menjadi dasar bahasa nasional yang mempersatukan bangsa. "Bersyukur kita punya satu lingua franca, bahasa yang digunakan bersama-sama, bahasa Melayu yang masih sederhana ketika itu, yang bisa digunakan siapapun kalangan elit dan pedagang yang bertemu di kota-kota besar baik di Pulau Jawa atau kota lain di luar Jawa," ucapnya. Dengan bahasa sederhana itu kelompok wartawan dan penulis berperan merangkai cerita untuk membangun kesatuan Indonesia. Demikian, peranan dari penulis, kaum terdidik, wartawan, media yang membagikan cerita satu sama lain. Pada kesempatan yang sama Pakar Hukum Pers Wina Armada Sukardi mengemukakan peranan wartawan sangat besar dalam mendukung proses penciptaan kemerdekaan. Tanpa kontribusi atau peranan dari kelompok wartawan pada masa itu kemerdekaan Indonesia akan sulit tercapai. "Kontribusi yang paling nyata terlihat yakni dalam hal terciptanya lagu kebangsaan Indonesia Raya hingga persoalan penyatuan bahasa nasional dari bahasa Melayu yang sifatnya fundamental dalam perjuangan kemerdekaan,” ucapnya. Sebagian saham kemerdekaan dimiliki wartawan, bukan sekadar sok sokan pada profesi. Hampir di setiap era pra kemerdekaan Indonesia, di sana juga selalu ada peran wartawan. "Hingga lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan WR Supratman yang merupakan jurnalistik sekaligus wartawan surat kabar Kaoem Moeda dan Kaoem," ujarnya. Sukardi mengemukakan wartawan sebagai penyatu pembangunan kesepakatan pada bahasa nasional, yakni Bahasa Indonesia yang secara fundamental menyerap Bahasa Melayu. Kalau bicara bahasa Indonesia waktu itu ada pertentangan antara yang menginginkan bahasa Jawa sebagai bahasa Indonesia dan sebagian lagi bahasa melayu, karena waktu itu posisi Jawa dan Melayu juga banyak. "Wartawan lah yang mengusulkan oke kita pakai bahasa Indonesia, dasarnya dari Melayu tapi dengan beberapa percobaan, maka selesai," tuturnya.