Berbagai Risiko Bekerja di Platform Digital Tidak Dilindungi Perusahaan

“Kita tahu bahwa pekerja platform tidak memiliki perlindungan, karena kurangnya hubungan kerja.. jadi ada masalah serius di mana posisi ILO adalah untuk mengadvokasi pemerintah, serikat pekerja, dan organisasi pengusaha untuk duduk bersama dan membahas isu ini,” kata  Dirjen ILO Gilbert F Houngbo di Singapura pada Selasa (6/12/2022).
“Kita tahu bahwa pekerja platform tidak memiliki perlindungan, karena kurangnya hubungan kerja.. jadi ada masalah serius di mana posisi ILO adalah untuk mengadvokasi pemerintah, serikat pekerja, dan organisasi pengusaha untuk duduk bersama dan membahas isu ini,” kata Dirjen ILO Gilbert F Houngbo di Singapura pada Selasa (6/12/2022).

Gemapos.ID (Jakarta) - International Labour Organization (ILO) mendorong negara-negara anggotanya memberikan perlindungan sosial kepada pekerja platform digital (platform workers).

“Kita tahu bahwa pekerja platform tidak memiliki perlindungan, karena kurangnya hubungan kerja.. jadi ada masalah serius di mana posisi ILO adalah untuk mengadvokasi pemerintah, serikat pekerja, dan organisasi pengusaha untuk duduk bersama dan membahas isu ini,” kata  Dirjen ILO Gilbert F Houngbo di Singapura pada Selasa (6/12/2022). 

Selama ini perlindungan bagi pekerja digital sangat lemah seperti rentan kehilangan pekerjaan, jam kerja tidak menentu, penghasilan yang tidak terprediksi, kesenjangan upah berbasis gender, dan tidak memiliki asuransi kesehatan serta perlindungan hukum.

Jadi, ILO berupaya mendorong sebuah instrumen perlindungan yang bisa diterapkan secara internasional.

Hal ini diharapkan bisa membantu mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi para pekerja platform, sekaligus mempromosikan sisi positif dari ekonomi berbasis platform digital itu sendiri.

“Itulah sebabnya saya selalu berbicara tentang perlindungan sosial universal yang kami anjurkan agar setiap negara bisa menawarkan kepada warganya dalam jumlah paket sosial minimum, yang menurut saya harus mencakup asuransi pengangguran, dan juga mendefinisikan ulang hubungan kerja, khususnya untuk ekonomi berbasis platform,” ucapnya.

Gilbert F Houngbo mengungkapkan pertumbuhan platform digital merupakan bagian dari arah ekonomi baru yang semakin didorong oleh sektor jasa dan teknologi.

“Dan kita perlu mendorong bahwa itu memberikan fleksibilitas kepada pekerja dan bahkan mungkin keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik. Ada banyak hal positif dari platform digital dan berkontribusi besar untuk pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Kontribusi ekonomi digital diproyeksikan bisa tumbuh hingga 18 persen di Indonesia pada 2030. Angka ini naik sebesar 4% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2020.

Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan Indonesia meraih nilai ekonomi digital sebear US$44 miliar (sekitar Rp685,4 triliun) pada 2020.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan Malaysia hanya sebesar US$11,4 miliar, Filipina sebesar US$7,5 miliar, Singapura sebesar US$9 miliar, dan Vietnam sebesar US$14 miliar.

Namun, beberapa perusahaan platform digital seperti GoTo dan Ruangguru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal terhadap ribuan pekerjanya. Langkah ini sebagai upaya menutup kerugian jelang krisis ekonomi global. (ant/adm)