Perantau Warga Jawa Tengah Gelar Nobar Wayang

Pertunjukan Wayang Kulit. (ist)
Pertunjukan Wayang Kulit. (ist)

Gemapos.ID (Jakarta) - Indonesia begitu banyak ragamnya memiliki budaya baik busana, tari, karawitan, sastra hingga wayang. 

Bahkan para pendiri bangsa sangat menghormati warisan budaya leluhur hingga memberikan kedudukan yang mulia dalam simbul-simbul negara. Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam cengkeraman Garuda Pancasila serta Tan Hana Dharma Mangrwa dalam lambang Lemhannas.

Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa merupakan teks karya sastra dalam Kitab Sutasoma.

Wayang adalah seni pertunjukkan tradisional rakyat asli Indonesia (Jawa).

Sebagai masyarakat perantau Jawa Tengah yang berdomisili di Jabodetabek, komunitas Seduluran Jawa Tengah bersama Silahturahmi Warga Perantauan (SWP), Komunitas Wayang Nusantara (KWN), Ikatan Pecinta Wayang Sejati (IPWS), Komunitas Jedher Mania (KJM) dan Paguyuban Pekalongan menyelenggarakan nobar wayang secara live streaming di halaman Rusun Karet Tengsin, Jakarta Pusat (11/11/2022).

Menurut Ketua Seduluran Jawa Tengah, Yeni Triyani sebagai inisiator pelaksana acara nobar wayang ini menyampaikan bahwa wayang sebagai warisan budaya wajib dilestarikan dan dikembangkan.

"Kita harus bangga karena Wayang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Mahakarya Dunia yang Tak Ternilai dalam Seni Bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada tanggal 7 November 2003. Bahkan telah ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional oleh Presiden Jokowi pada tanggal 11/12/2018. Melalui penyelenggaraan acara nobar Wayang ini merupakan ekspresi kami dalam melestarikan dan memajukan kebudayaan nasional khususnya Wayang," Yeni Triyani.

Catatan awal tentang pertunjukan wayang ditunjukkan pada "Prasasti Balitung/Mantyasih" berangka tahun 829 Saka (907 M), oleh Raja Dyah Balitung dari Dinasti Sanjaya, Kerajaan Medang (Mataram Kuno), periode Jawa Tengahan. 

Dalam prasasti tersebut menjelaskan; "Si Galigi Mawayang Buat Hyang Macarita Bimma Ya Kumara" yang artinya Galigi mengadakan pertunjukan wayang untuk Dewa dengan mengambil kisah Bima Kumara. Dimana Bima adalah salah satu anggota keluarga Panca Pandawa (Yudistira, Arjuna, Nakula dan Sahadewa) dalam Mahabharata.

Seni pertunjukan wayang yang telah eksis di Jawa juga ditemukan pada kerajaan Hindu periode Jawa Timuran dalam kekawin karya filsuf Mpu Kanwa berjudul "Arjunawiwaha" tahun 952 Saka (1030 M) yang hidup di saat Airlangga menjadi raja Kerajaan Kahuripan (sebelum dipindah ke Dhoho/Kadiri). 

Menurut ketua panitia pelaksana nobar wayang yang juga Ketua Silahturahmi Warga Perantauan (SWP), Sumarno Gareng bahwa keberadaan wayang seusia dengan awal peradaban Nusantara hingga kemudian dalam perkembangan siar Islam, para Wali Songo pun menggunakan media wayang untuk menyebarkan ajaran Islam di Nusantara.

"Kami bersama komunitas pecinta wayang mencoba menghadirkan hiburan rakyat di kompleks perkampungan Rumah Susun Karet Tengsin ini sekaligus sebagai komitmen kami turut serta melestarikan wayang," ujarnya.

"Kami juga melihat seni pertunjukan rakyat tradisional ini masih tetap mendapat tempat di hati masyarakat perantauan JawaTengah di Jabodetabek, terlebih melihat perhatian, dedikasi dan dukungan Gubernur JawaTengah bapak Ganjar Pranowo dalam melestarikan wayang sehingga kami merasa patut memberikan apresiasi kepada beliau," imbuh Sumarno Gareng.   

"Ini yang hadir begitu antusias sekitar 300 orang dari anak-anak, dewasa hingga orang tua padahal kami gelar secara live streaming dari Pendapa Griya Mayangkara, Banjarsari, Surakarta. Untuk itu kami haturkan terimakasih kepada panitia di Solo, Dalang Ki Purbo Asmoro dan bapak Kepala Cabang Dinas Dikbud Pemprov Jawa Tengah yang telah menyapa kami melalui live streaming. Semoga wayang tetap dicintai masyarakat dan semakin berkembang," tutup Sumarno Gareng. (ws)