Diperiksa KPK Jadi Saksi, Begini Pengakuan Soekarwo

Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (8/11/2022). Soekarwo menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan suap pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur periode 2014-2018 yang menjerat Kepala Bappeda Jawa Timur periode 2017-2018 Budi Setiawan. (ant)
Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (8/11/2022). Soekarwo menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan suap pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur periode 2014-2018 yang menjerat Kepala Bappeda Jawa Timur periode 2017-2018 Budi Setiawan. (ant)

Gemapos.ID (Jakarta) - Mantan Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo mengaku menjelaskan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 13 Tahun 2011 terkait bantuan keuangan daerah.

"Menjelaskan Pergub 13 Tahun 2011 tentang struktur di dalam mengambil keputusan bantuan keuangan ke daerah," kata Soekarwo usai diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/11/2022).

KPK memeriksa Soekarwo untuk tersangka Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim 2014-2016 dan Kepala Bappeda Provinsi Jatim 2017-2018 Budi Setiawan (BS).

Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jatim periode 2014-2018.

Ia mengaku tidak ada permasalahan dari pergub tersebut. Namun, kata dia, yang kemudian menjadi masalah adalah dugaan suap yang dilakukan BS.

"Tidak ada. Bukan pelaksanaannya yang jadi permasalahan. (Hanya) perilaku (oknum), kalau pergub nya sudah jalan sesuai aturan," ujar Soekarwo.

Adapun penetapan BS sebagai tersangka setelah KPK melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan perkara mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan serta perkara Direktur PT. Kediri Putra Tigor Prakasa.

Dalam konstruksi perkara, KPK menduga tersangka BS yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim sepakat akan memberikan bantuan keuangan Provinsi Jatim kepada Kabupaten Tulungagung dengan pemberian "fee" antara 7 persen-8 persen dari total anggaran yang diberikan.

Selanjutnya pada 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan Provinsi Jatim sebesar Rp79,1 miliar.

Atas alokasi bantuan keuangan Provinsi Jatim yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung maka Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan "fee" kepada tersangka BS sebesar Rp3,5 miliar.

Kemudian pada 2017, tersangka BS diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak tersangka BS.

Pada tahun 2017, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di Provinsi Jatim sehingga Sustrisno juga menemui tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung, sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017 Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar Rp30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp29,2 miliar.

KPK menduga sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung maka pada 2017 dan 2018, Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan "fee" sebesar Rp6,75 miliar kepada tersangka BS.

Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (rd)