Basa-Basi Kenaikan Tarif Cukai Rokok Sekedar Gugurkan Kewajiban

“Kenaikan cukai per tahun seharusnya minimal 20%-25%,” kata Kepala Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan kepada wartawan pada Senin (7/11/2022) secara daring.
“Kenaikan cukai per tahun seharusnya minimal 20%-25%,” kata Kepala Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan kepada wartawan pada Senin (7/11/2022) secara daring.

Gemapos.ID (Jakarta) - Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menyatakan kenaikan cukai rokok sebesar 10% per tahun terlalu kecil ketimbang jumlah pengguna rokok konvensional mencapai 68,9 juta orang atau 33,5% dari populasi di Indonesia.

“Kenaikan cukai per tahun seharusnya minimal 20%-25%,” kata Kepala Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan kepada wartawan pada Senin (7/11/2022) secara daring.

Apalagi, kenaikan cukai rokok hanya sebesar 10% tidak berdampak bagi pengguna rokok lantaran inflasi tahun ini diprediksi sebesar 6%. 

“Kami mendorong pemerintah juga menaikkan harga jual ecerannya yang juga menjadi domain pemerintah,” tuturnya.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi sependapat kenaikan cukai rokok sebesar 10% diperkirakan tidak bisa menekan angka prevalensi di kalangan remaja.

Hal ini yang dipatok sebesar 8,7% yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

“Target tersebut hanya akan tercapai jika terjadi kenaikan minimal 25% setiap tahun,” ujarnya.

Begitupula kenaikan cukai elektrik sebesar 15% per tahun selama lima tahunan juga terlalu kecil. Pasalnya. prevalensi rokok elektronik meningkat 10 kali lipat.

“Laju kenaikan yang sangat tinggi, bahkan lebih besar di kalangan remaja,” ujarnya.

Padahal, cukai rokok merupakan salah satu kebijakan yang cost effective untuk mengurangi prevalensi perokok. Namun cukai yang diberlakukan belum mampu menurunkan harga rokok eceran, sehingga konsumsi, terutama pada anak dan remaja masih terancam tinggi.

Abdillah Ahsan juga menilai kenaikan cukai rokok elektrik hanya sebesar 15% selama lima tahunan tidak berdampak signifikan. Padahal, angka prevalensi rokok elektronik meningkat 10 kali lipat, bahkan bisa lebih besar di kalangan remaja.

“Kenaikan cukai yang tinggi seharusnya dikenakan untuk semua jenis rokok, baik rokok konvensional maupun elektronik,” tuturnya.

Tambahan Kenaikan Cukai

Setali tiga uang diutarakan Ketua Umum (Ketum) Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany bahwa kenaikan cukai rokok konvensional sebesar 10% sangat kecil dan tidak akan efektif menurunkan prevalensi perokok, termasuk perokok anak.

Apalagi, kemudahan akses dan harga rokok murah adalah faktor signifikan prevalensi perokok anak tinggi, sehingga kenaikan cukai yang hanya 10%. Hal ini akan kembali menganggalkan target pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok anak yang sudah mencapai 9,1%. 

“Ditambah lagi, kenaikan tipis ini tidak terlalu berpengaruh pada perokok adiktif mengingat terlalu dekat dengan angka inflasi tahunan,” ucapnya. 

Dengan demikian, pemerintah diminta menambah besaran tarif cukai rokok dan menyesuaikannya dengan inflasi guna menekan konsumsi rokok.

“Bapak Jokowi, Ibu Sri Mulyani, mudah-mudahan tahun depan meskipun menjelang Pilpres, kita tetap berani menaikkan yang diteruskan dengan kenaikan yang lebih tinggi lagi," ucapnya.

Dari temuan Center for Indonesia’s Strategic Development Inititatives (CISDI) bahwa cukai rikok tidak dinaikkan pemerintah pada 2014 dan 2019.

Padahal, konsumsi rokok terus meningkat. Untuk menekan ini bisa diberlakukannya cukai rokok menjadi 46% yang bisa meningkatkan pendapatan negara.

“Seharusnya cukai rokok tahun 2023 bisa naik 20-25 persen untuk kendali konsumsi sekaligus pendapatan negara,” ucapnya.

Walaupun demikian, Hasbullah Thabrany mengapresiasi kenaikan rata-rata cukai rokok konvensional sebesar 10% dan cukai rokok elektrik 15% sebagai langkah awal yang baik guna memperlihatkan intensi pemerintah untuk membuat kebijakan jangka panjang.

“Kenaikan cukai rokok konvensional yang ditetapkan dua tahun langsung, dapat ditingkatkan sebagai kebijakan yang lebih berkelanjutan sampai setidaknya lima tahun ke depan,” ujarnya.

Namun, penguatan kebijakan jangka panjang perlu didukung penetapan tarif cukai yang diperhitungkan sesuai perkiraan inflasi setiap tahun, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan tujuan akhir penurunan prevalensi merokok.

Jadi, penetapan angka cukai rokok harus melebihi angka inflasi untuk menekan keterjangkauan masyarakat.

Penyederhanaan Tarif Cukai

Hasbullah Thabrany juga meminta pengendalian konsumsi tembakau dilakukan pemerintah guna kesehatan masyarakat seperti peningkatan dan penyederhanaan golongan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

"Kalau UU Cukai bertujuan menurunkan konsumsi atau mengendalikan konsumsi, seharusnya konsumsi rokok telah turun dibandingkan ketika dimulainya UU Cukai tahun 2007," ujarnya.

Selama ini kenaikan tarif CHT sebesar 10% lebih tidak berdampak signifikan terhadap industri rokok, pekerja pabrik, dan petani tembakau.

"Saya mengapresiasi bahwa pemerintah mulai melihat betul masalah rokok ini dan tidak terpengaruh oleh mereka yang merasa perekonomian akan turun dan petani serta pekerja akan menjadi korban," ucapnya.

Abdillah Ahsan juga mengamini pemerintah diminta menyederhanakan golongan tarif cukai rokok untuk menjaga kesehatan masyarakat.

“Kompleksitas sistem cukai rokok dengan sejumlah golongan tersebut, memberikan celah penghindaran pajak dan penggelapan pajak, sehingga mengakibatkan kerugian ganda bagi kesehatan dan pendapatan negara,” ujarnya. 

Memang pemerintah telah menyedernakan tarif cukai rokok dari 10 golongan menjadi delapan golongan. 

Namun, perokok dapat beralih ke rokok yang lebih murah yang memberikan celah kepada produsen menghindari cukai dengan melekatkan pita cukai rendah pada produk yang cukainya lebih tinggi.

“Kami mendorong golongan ini dipersempit dengan simplifikasi entah dengan menaikkan harga rokok termurah lebih cepat untuk mengejar ketertinggalan dengan harga rokok termahal,” ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau dengan kenaikan rata-rata cukai rokok sebesar 10% pada 2023 dan 2024. 

Hal ini dilihat dari Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I sampai II naik 11,75% sampai 11,50%, Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan I sampai II naik 12% sampai 11,8%, dan Sigaret Keretek Tangan (SKT) golongan I-II-III naik 5%.

Khusus cukai rokok elektronik naik 15% dan 6% untuk HPTL setiap tahun sepanjang lima tahun, mulai 2023 sampai 2028.

Selain itu. pemerintah juga menyatakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk perbaikan kesehatan. 

Langkah ini dilakukan denhan perbaikan puskesmas, posyandu, penanganan stunting, perbaikan kesejahteraan petani dan buruh, dan pemberantasan rokok illegal). 

Impor tembakau juga akan diatur dan dibatasi untuk melindungi petani tembakau dalam negeri. (adm)

 

.