Tanggapan BPOM RI Terkait 4 Obat Batuk Sirup di Gambia

"Terhadap keempat produk yang diberitakan di Gambia, BPOM telah melakukan penelusuran data dan diketahui bahwa keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia," kata Hubungan Masyarakat (Humas) BPOM RI pada Selasa (11/10/2022).
"Terhadap keempat produk yang diberitakan di Gambia, BPOM telah melakukan penelusuran data dan diketahui bahwa keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia," kata Hubungan Masyarakat (Humas) BPOM RI pada Selasa (11/10/2022).

Gemapos.ID (Jakarta) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyatakan empat produk obat batuk sirup mengandung paracetamol yang diduga memicu kematian puluhan anak di Gambia, Afrika Barat, tidak terdaftar di Indonesia.

"Terhadap keempat produk yang diberitakan di Gambia, BPOM telah melakukan penelusuran data dan diketahui bahwa keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia," kata Hubungan Masyarakat (Humas) BPOM RI pada Selasa (11/10/2022). 

BPOM terus melakukan pengawasan secara komprehensif pre market dan post market dari peredaran produk tersebut di Indonesia.

"BPOM terus melakukan pengawasan rutin terhadap produk obat yang beredar," ujarnya. 

Sebelumnya, Reuters memberitakan sekitar 66 anak di Gambia, Afrika Barat, dilaporkan meninggal dunia setelah mengonsumsi obat batuk sirup mengandung paracetamol.

Keempat produk obat batuk sirup yang dimaksud adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.

Direktur Pelayanan Kesehatan Gambia Mustapha Bittaye menyatakan pihaknya telah menarik penjualan obat-obat tersebut dari pasaran karena insiden itu.

Pemerintah setempat juga melakukan penyelidikan setelah terjadi lonjakan kasus cedera ginjal akut pada anak-anak di bawah usia lima tahun sejak akhir Juli 2022.

Kelompok anak yang meninggal dunia akibat hal itu diketahui mengalami sejumlah gejala, seperti sulit buang air kecil, demam, muntah, dan gagal ginjal.

World Health Organization (WHO) telah memberikan peringatan global untuk empat sirup obat batuk yang diduga berkaitan dengan kematian 66 anak di Gambia.

Keempat obat itu diproduksi oleh perusahaan India, Maiden Pharmaceuticals, yang diduga tidak memiliki jaminan keamanan produk.

Analisa laboratorium dari sampel empat produk menunjukkan bahwa semua obat batuk sirup tersebut mengandung dietilen glikol dan etilen glikol sebagai kontaminan yang jumlahnya melebihi batas aman.

India sedang menyelidiki kematian belasan anak di Gambia terkait dengan obat batuk sirop buatan negara di Asia selatan tersebut. 

Kabar itu diungkapkan oleh dua orang sumber di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) India. 

Direktur Jenderal WHO mengemukakan pihaknya tengah menginvestigasi kasus kematian akibat gagal ginjal akut itu bersama regulator obat India dan produsen obat batuk sirop Maiden Pharmaceuticals yang berbasis di New Delhi.

WHO telah memberi tahu Pengendali Umum Obat-Obatan India tentang kasus tersebut akhir bulan lalu.

Setelah itu, regulator India mulai melakukan investigasi dengan pihak-pihak berwenang terkait, sejalan dengan penyelidikan WHO. 

Maiden memproduksi dan mengekspor obat tersebut hanya ke Gambia, negara di Afrika Barat, kata mereka.

Belum ada tanggapan dari Maiden atau regulator India.

Pemerintah India telah meminta WHO untuk berbagi laporan yang mengaitkan kematian itu dengan obat batuk sirop buatan Maiden dan akan mengambil semua tindakan yang diperlukan dalam persoalan itu. 

WHO mengeluarkan peringatan produk medis untuk empat sirup obat buatan India setelah kontaminasi yang ditemukan di Gambia berpotensi dikaitkan dengan cedera ginjal akut dan kematian 66 anak di negara itu.

"Empat obat tersebut adalah sirup obat batuk dan pilek yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited di India. WHO sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan perusahaan dan otoritas di India," tuturnya.  

Berdasarkan peringatan yang diterbitkan oleh WHO, keempat produk tersebut adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.

WHO memperingatkan bahwa sementara produk yang terkontaminasi sejauh ini hanya terdeteksi di Gambia, obat tersebut mungkin telah didistribusikan di luar negara Afrika Barat.

WHO mendesak semua negara untuk mengidentifikasi dan menghapus produk-produk itu dari peredaran guna mencegah bahaya lebih lanjut bagi pasien.

"Hingga saat ini, produsen obat tersebut belum memberikan jaminan kepada WHO atas keamanan dan kualitas produknya," ucapnya. (ant/adm)