Gemapos.ID (Jakarta) - oordinator Tim Hukum Fadel Muhammad, Dahlan Pido meminta Pimpinan MPR RI untuk tidak terburu-buru mengganti Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR.

Pasalnya, dua Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menarik dukungan terhadap surat keputusan (SK) pemberhentian Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR yakni Sultan Baktiar Najamudin dan Nono Sampono.

 "Saat ini dua gugatan hukum sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan Bareskrim Polri," katanya pada Sabtu (17/9/2022).

Sidang Paripurna DPD RI pada 18 Agustus 2022 yang memutuskan agenda mosi tidak percaya kepada Fadel Muhammad dinilai proses dan tindakan yang salah dan cacat hukum, serta inkonstitusional karena melalui penyelundupan agenda.

"Awalnya hanya satu agenda, yakni penetapan keanggotaan alat kelengkapan, namun diselundupkan agenda mosi tidak percaya. Jadi ini agenda selundupan ilegal," tuturnya.

Dahlan Pido mengemukakan instrumen mosi tidak percaya tidak dikenal dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial.

Instrumen mosi tidak percaya adalah satu mekanisme ketatanegaraan dalam sistem pemerintahan parlementer, yakni kekuasaan eksekutif bersumber dari parlemen.

"Sehingga yang menjadi hukum tertinggi adalah konstitusi (supreme of constitution) dengan peraturan perundang-undangan di bawahnya sebagai regulasi pelaksana, dalam hal ini perkara a quo adalah Undang-Undang MD3, Tatib MPR, dan Tatib DPD," ujarnya.

Dengan demikian, prosedur sudah cacat hukum, sehingga keputusan yang dihasilkan dalam Sidang Paripurna DPD tidak sah dan tidak bisa dijadikan sebagai produk hukum.

Apalagi, keputusan penggantian Wakil Ketua MPR harus disahkan dan ditandatangani oleh empat Pimpinan DPD, padahal dua pimpinan yang menarik diri, yaitu Sultan Baktiar Najamudin dan Nono Sampono.

"Jadi yang dinamakan kolektif kolegial tidak terjadi, karena hanya dua dari empat pimpinan yang setuju," tuturnya.

Selain itu Pasal 22 Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib (Tatib) MPR RI berisi masa jabatan keanggotaan MPR sebagaimana Pasal 8 ayat 2 adalah 5 tahun.

"Jadi Fadel Muhammad tidak dapat diganti di tengah masa jabatannya, karena tidak memenuhi unsur yang dipersyaratkan undang-undang," ujarnya. 

Pasal 29 ayat (1) huruf (e) Tatib MPR menyebutkan proses pergantian Wakil Ketua MPR harus ada permintaan dari Pimpinan MPR kepada Pimpinan DPD terlebih dahulu untuk mengisi jabatan yang kosong.

"Jadi gagasan pengisian itu harus lahir dari MPR, bukan dari DPD, hal ini sesuai dengan Tatib MPR," ujarnya.

Dengan begitu Dahlan meminta kepada Pimpinan MPR agar menyerahkan kembali permintaan Pimpinan DPD untuk mengganti Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR ke Pimpinan DPD kembali karena cacat hukum.

"Kalau mau mengganti harus ada putusan tetap dari pengadilan," ucapnya. (ant/mau)