Kemenkes Dukung Kemensos Larang BLT Untuk Konsumsi Rokok

"Ini salah satu untuk supaya mereka tidak merokok di rumah, akhirnya anak-anaknya bisa sehat, bisa beli susu," kata Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imnunologi Kemenkes Benget Saragih.
"Ini salah satu untuk supaya mereka tidak merokok di rumah, akhirnya anak-anaknya bisa sehat, bisa beli susu," kata Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imnunologi Kemenkes Benget Saragih.

Gemapos.ID (Jakarta) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendukung upaya Kementerian Sosial (Kemensos) melarang penggunaan dana bantuan langsung tunai (BLT) untuk dibelanjakan rokok oleh kepala keluarga (KK) melalui pengiriman surat. 

"Ini salah satu untuk supaya mereka tidak merokok di rumah, akhirnya anak-anaknya bisa sehat, bisa beli susu," kata Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imnunologi Kemenkes Benget Saragih.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rokok adalah belanja terbesar kedua di Indonesia dalam satu keluarga setelah beras masing-masing di perkotaan sebesar 11,3% dan di pedesaan sebesar 10,78%.

Angka ini tiga kali lebih besar dibandingkan belanja telur ayam ras di perkotaan sebesar 4,3% dan di pedesaan sebesar 3,69%.

Pembelian ini hanya dikalahkan oleh belanja beras di perkotaan sebesar 19,69% dan di pedesaan sebesar 23,79%.

Hal ini disampaikannya dalam ‘Diskusi Media di Indonesia oleh Institute for Social Development (IISD) bertajuk PP 109 Tahun 2012 sebagai Basis Pemahaman terhadap FCTC di Indonesia’ pada Senin (5/9/2022) yang diselenggarakan secara virtual. 

Benget mengemukakan pengawasan ini tidak bisa dilakukan Kemenkes, tetapi diserahkan kepada Kemensos dan pemerintah daerah (pemda). Sebelumnya, kementerian ini mendorong implementasi kawasan tanpa rokok (KTR). 

Sampai sekarang sebanyak 303 dari 514 kota di Indonesia sudah mengimplementasikan KTR secara penuh pada April 2022. Jadi, 71% lebih dari 187,5 juta populasi terbebas dari rokok. 

Adviser Indonesia Institute for Social Development (IISD), Sudibyo Markus, menanggapi pemberian BLT dikhawatirkan untuk sebagian konsumsi rokok lebih dengan penerapan KTR diharapkan sampai ke tingkat kelurahan atau desa lantaran selama ini hanya sampai tingkat Kabupaten/Kota saja.

"KTR diharapkan berperan dalam hal ini," tuturnya. 

Menyoal penerapan kembali kenaikan bea cukai rokok pada 2023, ujar Benget, ini sebagai amanat peta jalan industri rokok guna membatasi pembelian rokok. Dana ini bisa digunakan untuk kampanye mengendalikan konsumsi merokok. 

"Kami sudah menyurati 10 kementerian mengingat 70,2 juta perokok di Indonesia. Indonesia sudah darurat rokok," tutur Benget. 

Peningkatan bea cukai ini juga diharapkan bisa meningkatkan harga rokok di Indonesia yang menjadi tujuan revisi PP no 109/2012. 

Sudibyo menilai penerapan cukai rokok belum efektif bagi pengendalian konsumsi rokok. Pasalnya, industri rokok mensiasati harga ini dengan mengemas ukuran lebih kecil seperti dari kemasan 18 batang menjadi 10 batang.

"Sehingga masih jangkauan dalam daya beli, jadi masyarakat masih memiliki daya beli," ucapnya. 

Larangan Merokok

Pada sisi lain Kemenkes juga berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatir Negara Reformasi dan Birokrasi (PAN-RB) terkait penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk kementerian dan lembaga serta TNI CPNS/Polri mensyaratkan tidak merokok.

"Kalau mereka merokok tidak diterima," ujarnya. 

Hal yang sama juga dilakukan kepada Kementerian, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) sebagai persyaratan penerimaan guru dan siswa sekolah. 

"Upaya kita dalam mengendalikan perokok pemula di Indonesia agar semua kementerian/lembaga ikut terlibat untuk menurunkan prevalensi perokok ini," tuturnya.

Global Adult Tobacco Survey menyebutkan sebanyak 70,2 juta perokok terdapat di Indonesia pada 2021 atau naik dibandingkan 2011 dari 61,4 juta perokok.

Dari angka ini dapat dihitung terjadi kenaikan sekitar satu juta perokok per tahun. Kenaikan juga terjadi pada persentase perokok elektrik sebesar 3% pada 2021 ketimbang 2011. 

"Kita sebenarnya sudah menjadi darurat rokok di Indonesia," ujarnya.

Lobi Kementerian

Sementara itu Kemenkes berusaha mengurangi perilaku merokok yang dnilai merugikan kesehatan dengan menggalang dukungan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

"Ada dua kementerian yang saat ini masih terus kita lobi untuk Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perekonomian agar mereka bisa mendukung sepenuhnya revisi PP 109 ini," ucap Benget.

Selain itu akan melakukan kampanye di media sosial (medsos) dan media elektronik tentang bahaya merokok. Tokoh-tokoh publik seperti influencer juga akan dilibatkan untuk mendorong kesadaran masyarakat tentang bahaya tersebut.

"Materi kampanye ini sedang disusun oleh Kementerian Kesehatan," ujarnya. 

Hal lainnya adalah Kemenkes akan melakukan diskusi, sosialisasi, dan meminta tanggapan pernyataan tertulis atas penolakan revisi PP 109/2012 akibat terjadi penolakan oleh lima lembaga dari 24 lembaga hadir dalam uji publik ini dan hanya 19 yang menyetujui. 

"Lima lembaga ini adalah industri rokok dan kalangan petani," tuturnya. 

Uji publik ini bagian dari persyaratan pengajuan surat prakarsa kepada Jokowi terkait pengajuan revisi PP no 109/2012. Hal ini diminta Jokowi setelah pengajuan pertama ditolaknya. 

Menyoal ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), ujar Benget, Presiden Jokowi sudah ditanyai oleh Dirjen WHO, padahal Indonesia selalu mengikuti pertemuan tersebut. 

Hal ini dijawab Jokowi bahwa Indonesia berbeda dengan negara lain yang ingin mengakomodir petaninya. 

Benget sepakat apa yang tertuang dalam ratifikasi FCTC tertuang dalam revisi PP no 109/2012. Namun, Indonesia tidak memiliki hak mengambil keputusan dalam forum tersebut bila belum meratifikasinya. 

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang menyusun peta jalan pengendalian industri tembakau yang mengatur produksi tembakau.

"Ini akan menghambat revisi PP nomor 109 tahun 2012," ucapnya.

Dengan demikian, Kemenkes akan mengejar pengesahan PP no 109/2012 pada 2022 lantaran kalau tahun depan akan menunggu Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dari DPR bisa memakan waktu lama.

Sudibyo menanggapi alasan Jokowi tidak meratifikasi FCTC guna melindungi petani tembakau disayangkannya lantaran petani ini juga terdapat di China. Bahkan, ini lebih besar dibandingkan Indonesia.

"Masalahnya kita belum punya kebijakan itu, setiap kebijakan ditentang industri yang mengedepankan petani sebagai tameng mereka," ujarnya. 

Revisi PP no 109/2021 dinilai sebagai pintu masuk ratifikasi FCTC yang sudah didiskusikan kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Hal ini didukung Kemlu, bahkan ini diusulkan dalam bentuk keputusan presiden (kepres). 

Volume penjualan rokok di Indonesia mencapai 296,2 miliar batang pada 2021 atau naik dibandingkan 2020 dari 276,2 miliar batang. 

Pada kesempatan yang sama Direktur Pasca Sarjana Universitas Yarsi, Tjandra Yoga Aditama berkomentar ratifikasi FCTC tidak hanya bisa diimplementasikan dalam PP no 109/2021, tapi ini bagian dari komitmen Indonesia dalam Sustainable Development (SDG) pada 2030.

"Indonesia ikut menandatanganinya," ucapnya. 

Dalam Revisi PP no 109/2012 diusulkan Tjandra aturan larangan iklan dan promosi rokok lebih ketat akibat jumlah perokok di Indonesia mengalami kenaikan.

"Jadi, memang harus ada larangan iklan dan promosi, dan sponsorship yang lebih bagus lagi dan lebih ketat lagi di dalam revisi," ujarnya. 

Indonesia merupakan negara yang mengizinkan iklan di media penyiaran di Asean, padahal sebanyak 144 negara anggota WHO melarangnya. 

Dari hal ini anak-anak terpapar iklan dan promosi merokok paling tinggi sebesar 65,2% dari televisi dan angka yang sama dari tempat penjualan merokok.

Bahkan, tiga dari empat orang berusia di bawah 20 tahun mulai merokok yang diperkirakan prevalensi perokok anak-anak bisa meningkat 15% pada 2023 dan 16% pada 2024. 

Data GATS menyebutkan sebanyak 74,3% usia 13-15 tahun mengonsumsi rokok ditunjang 78% tempatnya menjual rokok batangan secara eceran. Bahkan, sebanyak 60,6% remaja tidak dilarang membeli rokok.

Selain itu ukuran pesan bergambar dibesarkan, pengaturan rokok elektrik, pelarangan penjualan rokok batangan, dan peningkatan pengawasan. 

Keterangan ini juga didasarkan pernyataan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono bahwa ukuran pesan bergambar pada kemasan rokok perlu dibesarkan produsen. 

Dante menyampaikan ini dalam Uji Publik Revisi PP 109/2012 bertema ‘Anak Terlindungi Indonesia Maju’. 

Hal lainnya pengaturan rokok elektrik, iklan, promosi dan sponsorship harus diperketat, penjualan batangan dilarang, dan pengawasan ditingkatkan pemerintah. 

Kemudian, aturan penjualan rokok batangan, karena mempermudah orang untuk membeli rokok.

Iklan Rokok Tinggi

Data GATS menunjukkan persentase iklan di papan reklame sebesar 43,6% pada 2021 atau meningkat dibandingkan 2011 sebesar 39,6%. Kenaikan persentase juga terjadi pada iklan ini di intenet pada 2021 sebesar 21,4% ketimbang 2011 sebesar 1,9%. 

Malahan, Pictorial Health Warning (PHW) mengemukakan PP 109/2012 tidak mengendalikan aturan larangan merokok secara ketat.

Ukuran pesan peringatan merokok di Marlboro yang beredar di Indonesia hanya sebesar 40% atau lebih kecil dibandingkan negara-negara lain seperti Malaysia sebesar 55%.  

Malahan, peringatan ini tertutup pita cukai di bungkus rokok Gudang Garam lebih besar. 

Kemudian, media belum dilarang mengiklankan rokok, pembelian iklan rokok batangan belum dilarang pemerintah, dan pengaturan rokok elektrik.

Dengan demikian, PP 109/2012 dinilai belum efektif menurunkan penjualan rokok bagi anak, peningkatan konsumsi rokok bagi anak, peningkatan perokok anak, dan peningkatan kematian anak akibat merokok. 

Pada sisi lain Sudibyo mempertanyakan rokok yang mengandung nikotin sebagai zat adiktif tidak digolongkan dalam Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif (Nafza). 

Jadi, ini tidak tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. 

“Ini salahsatu upaya yang memperlemah kita (mengurangi bahaya merokok),” ujarnya. (adm)