Yenny Wahid Respon Pernyataan ‘Kiai Amplop’ dari Suharso Monoarfa

Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) berpendapat pernyataan Ketua Umum (Ketum) DPP PPP Suharso Minoarfa terkait‘Amplop Kiai’ sebagai bukti dia tidak faham budaya ulama di Indonesia.
Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) berpendapat pernyataan Ketua Umum (Ketum) DPP PPP Suharso Minoarfa terkait‘Amplop Kiai’ sebagai bukti dia tidak faham budaya ulama di Indonesia.

Gemapos.ID (Jakarta) - Putri almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) berpendapat pernyataan Ketua Umum (Ketum) DPP PPP Suharso Minoarfa terkait‘Amplop Kiai’ sebagai bukti dia tidak faham budaya ulama di Indonesia. 

“Jadi, kalau kiai-kiai disebut terlibat dalam money politics, saya rasa itu karena enggak kenal budaya kiai dan ulama," katanya pada Minggu (29/8/2022). 

Apalagi, kiai dan ulama dianggap lebih banyak memberi kepada masyarakat dibandingkan menerima sesuatu dari masyarakat.

"Banyak orang yang datang sowan ke kiai untuk minta didoakan karena mereka percaya bahwa silaturahmi ke kiai akan mendatangkan keberkahan. Baik orang miskin maupun kaya, pejabat maupun orang biasa, semua diterima dan dihormati," ucapnya.  

Yenny Wahid mengemukakan tidak jarang orang yang datang membawa sumbangan dan oleh-oleh. Oleh-oleh ini bisa berupa hasil bumi, seperti singkong dan kelapa, sedangkan sumbangan berupa uang yang jumlahnya beragam.

"Bapak saya dahulu sering diberi uang lima ribu rupiah oleh masyarakat yang sowan. Namun, banyak kiai yang bahkan besaran sumbangannya saja tidak tahu karena biasanya akan disalurkan langsung untuk keperluan pondok pesantren, membangun masjid, dan lain-lain," ujarnya. 

Banyak pondok pesantren yang masih disubsidi oleh kiainya agar para santri bisa belajar dan tinggal secara gratis di sana.

Pengalaman unik dengan almarhum Kiai Maimun Zubair dari PPP adalah Ketika dia diberi amplop, maka amplopnya diterima, kemudian dikembalikan lagi kepada yang memberi.

"Beliau mengatakan bahwa sumbangannya beliau terima. Karena sudah menjadi haknya, beliau memberikan kembali kepada orang yang memberi sumbangan tersebut sebagai hadiah dari beliau," ucapnya. 

"Itulah akhlak kiai, yang bisa menolak secara halus tanpa menyinggung perasaan orang yang ingin mendapatkan berkah,” tuturnya. 

Sebelumnya, Ketum DPP PPP Suharso Monoarfa dalam pidatonya di acara Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas (PCB) untuk parpolnya bekerja sama dengan KPK pertengahan Agustus lalu menyinggung soal amplop kiai.

Acara ini dapat disaksikan melalui kanal YouTube ACLC KPK itu, Suharso Monoarfa mengawali pidatonya dengan menceritakan pengalamannya saat menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketum DPP PPP. 

"Demi Allah dan rasulnya terjadi. Saya datang ke kiai dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Ya, saya minta didoain, kemudian saya jalan. Tak lama kemudian, saya dikirimi pesan WhatsApp, 'Pak Plt. tadi ninggalin apa nggak untuk kiai', saya pikir ninggalin apa? Saya enggak merasa tertinggal sesuatu di sana," ucapnya. 

Setelah itu, Suharso diingatkan bahwa jika bertemu dengan kiai harus meninggalkan ‘tanda mata’. 

"Kalau datang ke beliau-beliau itu mesti ada tanda mata yang ditinggalkan'. Wah, saya enggak bawa. Tanda matanya apa? Sarung? Peci? Al-Qur'an atau apa? 'Kayak nggak ngerti aja Pak Harso ini'. Dan itu di mana-mana setiap ketemu, enggak bisa, bahkan sampai hari ini kalau kami ketemu di sana, kalau salamannya enggak ada amplopnya, itu pulangnya itu sesuatu yang hambar. Ini masalah nyata yang kita hadapi saat ini," ujarnya. (ant/moc)