Kemenkop dan UKM Susun Strategi Pemberdayaan UMKM

Roadmap UMKM
Roadmap UMKM
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) menyusun Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk lima tahun ke depan. Strategi ini merupakan implementasi dari program pemerintah dalam pengarusutamaan UMKM dalam ekonomi nasional. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengemukakan dalam roadmap pengembangan UMKM 2020-2024 terdapat lima target yang hendak dicapai yakni kenaikan ekspor UMKM, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), rasio kewirausahaan, koperasi modern dan UMKM naik kelas. Hal itu disampaikan Menteri dalam Rapat Koordinasi dan Sinergi Arah dan Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Tahun 2020-2024 yang dihadiri kepala dinas koperasi dan UKM tingkat provinsi seluruh Indonesia, di Jakarta, Senin (9/12/2019). Teten menargetkan pada akhir 2020 kontribusi UMKM terhadap ekspor meningkat menjadi 18% dari sebelumnya 14%. Begitupula kontribusi UMKM terhadap PDB nasional meningkat menjadi 61% dan rasio kewirausahaan menjadi 3,55%. Pada 2024 ditargetkan ekspor UMKM sudah 30,20%, kontribusi terhadap PDB 65%, dan rasio kewirausahaan 4%. "Pertumbuhan ekonomi nasional bisa sebesar 5%, karena belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat. Kita harus menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi. Di sini, peran UMKM amat besar diperlukan," katanya. Teten mengungkapkan struktur ekonomi berbentuk piramida seperti saat ini tidak bagus lantaran usaha mikro sekitar 99% atau 60 juta unit, tapi ini tidak berkontribusi siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. “Bandingkan dengan usaha besar yang hanya 1% namun memiliki kontribusi terhadap PDB sebesar 40% dan ekspor 80%," jelasnya. Beberapa kebijakan pengembangan UMKM ke depan adalah pertama, pengembangan UMKM dilakukan dengan pendekatan kelompok, komunitas, dan kluster. Arahnya akan ke one village one product (OVOP). “Daerah harus konsentrasi ke produk unggulan yang berbahan dasar lokal dan memiliki supply banyak," tandasnya. Kedua, prioritas pada sektor riil (produksi) yang berorientasi ekspor dan substitusi impor. Komoditinya harus dipilih dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus memandu dan mengarah sektor apa yang bakal dikembangkan. “Di sini, kita butuh peran market intelejen,” tukas Teten. Ketiga, pemberdayaan KUMKM dilakukan secara lintas sektoral dengan One Gate Policy, dan melibatkan kemitraan dengan pihak ketiga (swasta). Keempat, pemberdayaan UMKM dilakukan secara variatif sesuai dengan karakteristik dan level UMKM. Tudak ketinggalan adalah modernisasi dan inovasi UMKM harus sama dengan yang diterapkan usaha besar. Daya saing produksi UMKM harus setara dengan usaha besar. Terlebih lagi, pasar domestik saat ini sudah diserbu produk impor melalui e-commerce. "Banyak UMKM kita belum terhubung dengan global value chain," tandasnya, Indonesia masih berada di posisi ke-4 di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand. Indeks daya saing di Asean menyangkut sertifikasi internasional, kepemilikan akun bank, kemampuan mengelola usaha, hingga pengalaman manajerial, masih sangat rendah. Teten berencana membangun semacam Rumah Produksi Bersama yang bisa dikelola koperasi, Badan Layanan Umum (BLU). Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hingga swasta. "Di dalamnya mencakup kegiatan kurasi produk, produksi dan quality control, packaging, branding, standarisasi, hingga pelatihan vokasi," tuturnya. Teten meminta Pemda untuk mendorong pelaku UMKM untuk go online dalam pemasaran produknya. Namun, dalam pemasaran online, tak sekadar mengandalkan kualitas dan kemasan produk, serta unsur higienis saja, melainkan juga perilaku bisnis UMKM harus diperhatikan. “Itu terkait pelayanan terhadap konsumen hingga tingkat kesiplinan UMKM merespon keinginan pasar," urainya. (mam)