Sanksi Kecil Buat Perusahaan Tambang Pilih Ekspor, Pasokan Batubara ke PLN Kembali Turun

Ilustrasi Tambang Batu Bara
Ilustrasi Tambang Batu Bara

Gemapos.ID (Jakarta) - Harga batubara yang tinggi saat ini membuat perusahaan batubara cenderung memanfaatkan peluang untuk menggenjot ekspor dibandingkan penjualan dalam negeri. 

Hal tersebut terjadi karena disparitas harga yang signifikan dengan harga batubara di dalam negeri. Tentunya hal itu kembali membuka potensi berkurangnya pasokan batubara ke PLN untuk kebutuhan pembangkit listrik.

Sebagai informasi, saat ini harga batubara global sudah di atas US$ 340 per ton. Sedangkan harga batubara untuk keperluan domestic market obligation (DMO) ke sektor kelistrikan dipatok di harga US$ 70 per ton.

Menurut data PLN, stok batu bara yang sempat membaik di periode Febuari-Juni 2022 berada di kisaran 5,1 juta hingga 5,7 juta MT, saat ini kembali mengalami tren penurunan.

Selain itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui, sanksi berupa pembayaran dana kompensasi dengan tarif yang kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak menyebabkan perusahaan batu bara cenderung lebih memilih membayar denda sanksi dan kompensasi dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh.

“Ada kecenderungan untuk menghindari kontrak dengan industri dalam negeri,” kata Arifin dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, kemarin (9/8/2022).

Padahal, kata arifin, saat ini terjadi peningkatan konsumsi batu bara sejalan dengan pertumbuhan permintaan listrik. 

Kemudian, ia juga mengatakan bahwa hal inilah yang harus dilakukan antisipasi untuk itu kementerian ESDM sudah memberikan penugasan kepada perusahaan-perusahaan untuk bisa mengalokasikan tambahan produksinya demi memenuhi permintaan yang ada.

“Saat ini pelaksanaannya baru kurang lebih 50%,” kataya.

Dalam kondisi saat ini, kata Arifin, perlu kebijakan baru untuk menjamin ketersediaan batubara dalam negeri melalui penghimpunan, penyaluran dana kompensasi lewat badan layanan usaha (BLU) batu bara. 

Kemudian hal lain yang juga jadi catatan Menteri ESDM ialah soal kualitas batubara yang bisa memenuhi dan yang tidak bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Arifin mengatakan, soal perkembangan pembentukan entitas khusus batubara saat ini izin prakarsa belum mendapat persetujuan karena masih ada perdebatan payung hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).

“Proses BLU batubara sendiri sekarang ini sudah dalam finalisasi dalam artian bahwa memang ada dispute terakhir apakah Perpres atau PP.  Posisi kami memang berharap pada Perpres maka kami lakukan komunikasi dan harmonisasi ke kementerian terkait,” ujarnya.

Kemudian, telah dilakukan rapat klarifikasi untuk membahas izin prakarsa yang diminta dan diperlukan penjelasan tambahan yang masih dalam perkembangan.

Arifin menyampaikan, Kementerian ESDM telah menyampaian surat ke Sekretariat Negara (Setneg) mengusulkan agar payung hukum dapat berupa Perpres. Draft prepres dan turunan lainnya seperti Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri ESDM (Kepmen ESDM) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) telah disiapkan yang secara paralel akan dibahas.

“Dalam waktu dekat ini diharapkan segera diselesaikan sehingga BLU bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Sejatinya, Kementerian ESDM sudah menjalankan strategi dan kebijakan untuk mengamankan pasokan batubara ke domestik.

Arifin menyebut, secara garis besar pemerintah telah melaksanakan pengawasan pelaksanaan DMO pemegang  IUP, IUPK dan PKP2B secara berkala sembari berkoordinasi dengan PLN serta industri lainnya seperti pupuk dan semen dalam forum rapat bulanan.

Kemudian juga dilakukan perbaikan pengadaan batubara PLN melalui kontrak harus jangka panjang, jadi tidak dilakukan secara spot. Pasokan batubara langsung dari prusahaan tambang, penataan inventori (stok) di PLN dan spesifikasi (kualitas) pasokan batubara sesuai dengan desain PLTU. Pihaknya juga melakukan perbaikan skema pembayaran dari PLN.(idt/pa)