Tak Bisa Lagi Leluasa Utang, Ini Kata Banggar Soal Kesiapan Fiskal Indonesia 2023

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah. (ist)
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah. (ist)

Gemapos.ID (Jakarta) - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengingatkan pemerintah perlu mewaspadai kesiapan fiskal tahun 2023 mendatang. 

Apalagi, menurutnya tahun depan APBN harus kembali defisit pembiayaan dibawah 3 persen PDB. 

Terlebih, kata dia Indonesia tak bisa lagi leluasa membuka pembiayaan utang seperti tiga tahun terakhir untuk melebarkan ruang fiskal. 

Maka, Said mengingatkan senjata utama pemerintah memiliki dompet lebih tebal yakni menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menjaga surplus perdagangan yang ditopang ekspor baru dan manufaktur. 

“Penerimaan perpajakan yang baik. inflasi terkendali serta meningkatkan investasi khususnya sektor primer,” kata Said seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/8/2022).

Meski demikian, Said optimis, pertumbuhan ekonomi nasional bisa diraih ke level lima persenan jika pemerintah mampu mengelola inflasi dengan baik. 

“Melalui inflasi yang terkendali dengan baik, maka permintaan domestik (konsumsi rumah tangga) sebagai pilar penting pertumbuhan ekonomi kita selama ini akan terjaga,” ujarnya. 

Dia menyakini Indonesia masih memiliki peluang besar seiring masih relatif tingginya harga komoditas ekspor. 

Oleh sebab itu, porsi ekspor dalam mendorong permintaan menurutnya perlu terus ditingkatkan agar tidak semata-mata mengandalkan permintaan domestik. 

“Tak hanya itu, kita tidak boleh mengandalkan ekspor hanya bertumpu pada komoditas. Selama rentang 2014-2019 kita hanya menghasilkan 17 produk ekspor baru sementara Vietnam 48, Thailand 30, dan Malaysia 30 produk ekspor baru,” ujar Said.

Selain itu, Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu mengungkapkan lebih dari 30 persen belanja negara tertransfer ke daerah dan desa. DPR pun telah memberikan dukungan kepada pemerintah pusat dan daerah melalui Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD). 

Melalui UU HKPD, tutur Said, pemerintah daerah diberikan kewenangan fiskal yang lebih besar seiring dengan kewajiban untuk efisiensi belanja rutinnya. 

“Tak hanya itu, dengan menjalankan UU HKPD ini dengan baik, kontribusi pembangunan di daerah akan jauh lebih besar effortnya sehingga tumpuan pembangunan tidak hanya mengandalkan belanja pusat,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Said mengingatkan jika pemerintah mampu disiplin dalam mengelola target, cepat melakukan mitigasi atas berbagai dinamika sosial, ekonomi, politik dan keamanan. 

Berkaca dari kemampuan nasional, negara ini cepat melakukan recovery di tahun 2021 maka diperkirakan postur APBN tahun 2023 antara lain asumsi ekonomi makro akan mencapai pertumbuhan ekonomi 5,2-5,5 persen, inflasi ±4 persen, kurs (Rp/USD) 14.400-14.700, dengan suku bunga SUN 10 tahun 7,3-9 persen.

“Lalu target indikator kesejahteraan yakni tingkat kemiskinan 7,5-8,5 persen, pendapatan negara berkisar Rp2.296,64-2.507,8 triliun. Kemudian belanja negara berkisar Rp2.829,8-3.116,88 triliun, defisit berkisar 2,85 persen PDB dan pembiayaan SBN Netto Rp600,8-902,2 triliun, investasi neto Rp65,6-205,0 triliun serta rasio utang terhadap PDB 40,58-42,35 persen PDB,” pungkasnya.