Mengawal Jalan Tengah Pegawai Honorer

Save pegawai honorer. (net)
Save pegawai honorer. (net)

Problematika keberadaan pegawai honorer kembali mengemuka meski ini bukan untuk kali pertama. Sebagaimana amanat konstitusi pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa ASN hanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian kerja (PPPK). 

Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 memberi batasan keberadaan pegawai honorer yang bekerja di instansi pemerintah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak PP diundangkan pada tanggal 28 November 2018, yang artinya keberadaan tenaga honorer akan berakhir pada 28 November 2023 mendatang. 

Ihwal ini menjadikan nasib pegawai honorer semakin di ujung tanduk. Sebagai tindak lanjut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) menerbitkan Surat Edaran (SE) dengan Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pusat dan Daerah.

Surat Edaran tersebut memerintahkan agar seluruh Instansi Pemerintah melakukan pemetaan Tenaga Honorer dan jika memenuhi syarat dapat diikutkan seleksi Calon PNS dan Calon PPPK.

Profiling Pegawai Honorer

Secara faktual, keberadaan pegawai honorer sudah memberikan dampak pada akselerasi layanan pemerintah. Keberadaan pegawai honorer menjadi sangat krusial untuk memenuhi beban kerja yang tidak dapat dilakukan ASN secara keseluruhan. Hal ini menggambarkan bahwa pegawai honorer telah menjadi sendi kehidupan bagi instansi pemerintah sebagaimana kebutuhan organisasi menjadi alasan keberadaan pegawai honorer hingga masa kini.

Meski demikian, pada sisi lainnya harus diakui bahwa masih terdapat fakta tidak sedikit pegawai honorer yang tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan instansi. Untuk itu, sejalan dengan SE MENPAN RB tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pusat dan Daerah, maka selain pemetaan tenaga honorer sebagai syarat dalam perekrutan Seleksi Calon PNS dan Calon PPPK, juga diperlukan profiling pegawai honorer.

Profiling ini dapat digunakan sebagai dasar kebijakan afirmatif untuk melakukan pemerataan tenaga honorer yang dapat diikutsertakan dalam seleksi PPPK. Profiling ini tentunya berdasarkan masa kerja, pendidikan, dan prestasi kerja. 

Masa kerja dapat mendeskripsikan pengalaman dalam bekerja pada sektor pemerintahan. Sedangkan pendidikan yang relevan dan prestasi kerja dapat menggambarkan kompetensi dasar yang dimiliki honorer. Nantinya profiling ini dapat digunakan sebagai pertimbangan kelulusan dalam proses rekruitmen PPPK berdasarjan presentasi nilai sebagai bobot kelulusan.

Selanjutnya, perlu dilakukan pemetaan kualifikasi tenaga honorer berdasarkan fungsi tugasnya. Pegawai honorer yang memiliki tugas teknis fungsional seperti tenaga pendidik, medis, kesehatan, penyuluh dan sebagainya, perlu dikelompokkan berbeda dengan honorer yang tugasnya lebih umum dan administratif. Prioritas pemetaan ini penting sebab ke depan birokrasi pemerintah akan lebih mengedepankan jabatan yang sifatnya lebih fungsional. 

Penentuan bobot untuk honorer fungsional yang memiliki pendidikan relevan dan prestasi kerja yang baik dapat digunakan sebagai afirmasi penentuan hasil penilaian, meski begitu tetap mengacu pada hasil tes kompentensi dasar dalam seleksi PPPK.

Mengawal Rencana Strategis 

Penghapusan tenaga honorer harus dikawal dengan berbagai langkah strategis. Pengawalan proses rekruitmen PPPK bagi pegawai honorer yang memenuhi prasyarat harus dilakukan berdasarkan kompetisi yang terbuka dan adil dengan memperhatikan kualifikasi dan kompetensi yang mengacu pada proses perencanaan yang matang. 

Perencanaan ini meliputi kesiapan instansi pemerintah dalam membuat peta kebutuhan sumber daya manusia yang menggambarkan kebutuhan organisasi, kinerja dan kompetensi SDM untuk mengerucutkan kualifikasi yang dibutuhkan dalam proses rekruitmen PPPK.

Kebijakan ini harus dipahami sebagai sebuah bagian dari langkah strategis untuk membangun SDM ASN yang lebih profesional dan sejahtera. Tentu saja sebagai sebuah upaya untuk mengawal misi pelaksanaan reformasi birokrasi Indonesia untuk mewujudkan pembangunan dan pelayanan publik yang prima.

Jangan sampai penghapusan honorer menimbulkan berbagai polemik baru, seperti bertambahnya statistik pengangguran yang berdampak pada persoalan sosial masyarakat hingga macetnya administrasi pemerintahan. 

Nurul Badruttamam, Kabag Kepegawaian dan Umum Itjen Kemenag RI.