Beda Nasib Pegawai Honorer Era Ahok dan Anies

Anies Baswedan (kanan) dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kiri)
Anies Baswedan (kanan) dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kiri)

Gemapos.ID (Jakarta) - Politisi PDI Perjuangan Dwi Rio Sambodo membandingkan kinerja Gubernur Anies Baswedan dengan era Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam penanganan pegawai honorer.

Pada zaman Ahok, peningkatan kesejahteraan SDM menjadi skala prioritas. Ahok, kata Rio, tidak hanya peduli PNS, tetapi juga pegawai honorer.

Di era Ahok juga, menurutnya honorer mendapatkan kepastian hukum dan kesejahteraan. Sebaliknya di zaman Anies, honorer dalam suasana ketidakpastian dan waswas karena adanya seleksi yang dilakukan setiap tahun.

Anies, bahkan menurutnya saat seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2021 tidak mengajukan kuota maksimal.

Sebagai daerah khusus ibu kota negara yang tidak bergantung pada APBN, menurut Rio, seharusnya Anies bisa melakukan negosiasi dengan pusat. 

"Kan, bisa Anies meminta kuota maksimal, toh gajinya yang tanggung Pemprov, bukan APBN," kata Rio di Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta itu menilai, saat ini anggaran Pemprov DKI masih memungkinkan untuk penambahan aparatur sipil negara (ASN), baik CPNS maupun PPPK.

“Belum lagi uang DKI yang sangat besar sebenarnya tidak akan menyulitkan pemprov mengangkat 6 ribuan honorer DKI menjadi PPPK,” tuturnya.

Tapi menurutnya, kebijakan itu kembali pada karekter sang pemimpin daerah tentang kepeduliannya terhadap pegawai khusunya honorer. 

Ia juga mencontohkan ketika Tri Rismaharini menjabat wali kota, honorer di Surabaya sejahtera dan bekerja dengan tenang tanpa waswas diputus kerja.

"Ya, kalau gubernurnya hanya fokus membangun infrastruktur ya, begini jadinya. SDM dicuekin, padahal kalau sejahtera otomatis akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) juga," pungkasnya. (rk)