Ada Apa Dibalik Penurunan Uang Kripto Selama Sepekan Terakhir?

Analis dan praktisi hukum di Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen menilai uang kripto ternama seperti Bitcoin dan Etherum mengelami penurunan selama sepekan terakhir.
Analis dan praktisi hukum di Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen menilai uang kripto ternama seperti Bitcoin dan Etherum mengelami penurunan selama sepekan terakhir.

Gemapos.ID (Jakarta) - Analis dan praktisi hukum di Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen menilai uang kripto ternama seperti Bitcoin dan Etherum mengelami penurunan selama sepekan terakhir.

Hal ini terjadi akibat gerakan menjual uang kripto di dunia lantaran tekanan ekonomi dan kekhawatiran atas inflasi lantaran kenaikan suku bunga pinjaman. Pemicunya adalah perang antara Rusia dan Ukraina yang berujung menganggu ekonomi dunia. 

“Selama perang antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung kemungkinan kripto akan terus turun karena kinerja stablecoin Terra USD juga terus memburuk. Selain itu, pasar kripto juga menunjukkan arah bubble karena memang overvalue. Koreksi terhadap harga akan terjadi cepat atau lambat,” katanya pada Minggu (15/6/2022). 

Dengan demikian, para investor cenderung menjual aset yang berisiko, seperti uang kripto yang tidak memiliki fundamental (underlying) yang pasti. Bitcoin dan Etherum mengalami tren penurunan sebesar 20% lebih, bahkan uang kripto Terra Luna turun hingga 90%.. 

“Walaupun sudah bubble, tapi saya melihat gelembung harga kripto belum akan pecah. Melihat tren kenaikan dan penurunan selama ini, kripto memang cenderung turun tajam, dan kemudian naik tinggi. Tidak ada ukuran jelas untuk memprediksi nilai aktual aset tanpa fundamental adalah salah satu alasan kripto termasuk produk berisiko dan berbahaya untuk investasi,” tuturnya. 

Penurunan penjualan non-fungible token (NFT), ucap Hendra Setiawan Boen, sejak September 2021 sampai 92%, seperti nilai NFT berupa twit pertama pendiri Twitter, Jack Dorsey, dari nilai pembelian US$2,9 juta dan pada April lalu dinilai hanya US$280.

“Dari awal saya sudah melihat NFT itu tidak wajar. Pada dasarnya, NFT hanya membeli data digital, padahal data digital mudah disalin siapa pun secara gratis. Kalau begitu, apa gunanya membeli NFT dengan harga mahal? Yang namanya membeli barang harus disertai kepemilikan secara eksklusif. Kalau kita sudah membeli, tapi orang lain dapat memiliki barang yang persis sama secara cuma-cuma,” ucapnya.

Calon investor disarankan selalu menekankan produk investasi dengan nilai fundamental. Jangan cepat terbuai dengan bujuk rayu marketing. 

“Bagaimanapun mereka punya kepentingan berupa komisi, tapi mereka tidak akan bertanggung jawab, kalau ada apa-apa dengan produk tersebut," tuturnya.

Produk yang dijual mengandalkan influencers (selebritas) perlu diwaspadai, apalagi kalau sekadar memamerkan aset pribadi seolah-olah hasil investasi di produk tersebut.

Beberapa influencers produk investasi yang berhadapan dengan hukum, tapi sebenarnya dari awal semua calon investor perlu mempertanyakan kapasitas dan kapabilitas dari para selebritis itu soal investasi.

"Intinya, jadilah investor yang cerdas dan tidak latah atau FOMO (fear of missing out)/takut ketinggalan," tuturnya. (ant/mau)