Alasan Indonesia Tidak Usah Khawatir dengan Deltacron

Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berpendapat varian Covid-19 yang mengandung elemen Delta dan Omicron (Deltacron) belum menjadi mutasi yang mengkhawatirkan.
Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berpendapat varian Covid-19 yang mengandung elemen Delta dan Omicron (Deltacron) belum menjadi mutasi yang mengkhawatirkan.

Gemapos.ID (Jakarta) - Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berpendapat varian Covid-19 yang mengandung elemen Delta dan Omicron (Deltacron) belum menjadi mutasi yang mengkhawatirkan.

“Jumlah orang dengan Deltacron tidak terlalu banyak,” kata Ketua Satgas Coid-19 PB IDI Zubairi Djoerban pada Kamis, 17 Maret 2022. 

Deltacorn merupakan varian kombinasi dari Delta yang memiliki karakteristik memicu kesakitan dengan gejala berat sementara Omicron sangat mudah menular. Kombinasi kedua ini sangat mudah menembus pertahanan imun seseorang kemudian menaikkan kegawatan gejala saat tertular. 

“Tidak terlalu menyebar dan tidak amat mematikan," ujarnya.

Kemunculan Deltacron merupakan sifat alami virus untuk tetap hidup dengan memanfaatkan tubuh manusia sebagai inang untuk bertahan.

"Supaya tetap hidup, virus itu masuk ke tubuh orang, virus harus numpang di inang manusia yang dimasukkan. Karena itu, mereka bermutasi karena orang-orang sudah pada kena (tertular)," tuturnya.

Kemunculan Deltacron akibat keberadaan varian Delta dan varian Omicron yang masuk dalam tubuh seorang pasien. Kemudian, ini bermutasi yang muncul rekombinan pada sel virus. 

"Jadi munculah Deltacron," ucapnya.

Pada kesempatan terpisah Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengemukakan hingga saat ini pihaknya belum mendeteksi kemunculan Deltacron di Indonesia.

Sebanyak 668 kasus Covid-19 di Indonesia akibat penularan subvarian Omicron BA.2, tapi subvarian Omicron BA.1 masih mendominasi di Tanah Air.

"Di data nasional kita secara umum itu BA.2 sudah 668, BA.1 itu paling banyak yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus. Ini secara kumulatif dari Januari sampai dengan Maret itu ada 5.625 kasus," ucapnya. (ant/mau)