PPATK Curigai ‘Crazy Rich’ Lakukan Pencucian Uang

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga crazy rich melakukan penipuan dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga crazy rich melakukan penipuan dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal.

Gemapos.ID (Jakarta) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga penipuan dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal dilakukan oleh ‘crazy rich’. 

Karena, dia melakukan transaksi pembelian aset mewah berupa kendaraan, rumah, perhiasan, dan aset lainnya, tapi tidak dilaporkan sebagai penyedia barang dan jasa (PBJ). 

"Mereka yang kerap dijuluki 'crazy rich' ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema Ponzi," kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana di Jakarta pada Minggu, 6 Maret 2022. 

Dugaan penipuan semakin menguat dilihat tak hanya dari deteksi aliran dana investasi bodong yang dijalaninya. Namun, ini juga nampak dari kepemilikan berbagai barang mewah yang belum dilaporkannya oleh penyedia barang dan jasa.

"Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan laporan transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan prinsip mengenali pengguna jasa yang telah diatur dalam peraturan PPATK," ucapnya.

Berbagai jenis laporan telah diatur oleh Undang-Undang nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jika ini tidak dilaporkan akan terkena sanksi.

Setiap laporan yang disampaikan merupakan informasi yang memiliki cerita dan makna penting dalam menelusuri aliran dana dalam hasil analisis dan informasi intelijen keuangan lainnya kepada para penyidik.

Dengan demikian, pelapor melaksanakan komitmen bersama dari setiap stakeholder dalam membangun rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT).

PPATK menerima 47.587 laporan transaksi dari penyedia barang dan jasa (PBJ) terdaftar pada 2021. Angka ini naik 126,5% dibandingkan 2022 yang menunjukkan partisipasi pihak pelapor PBJ telah meningkat dalam melaporkan transaksi.

Begitupula kesadaran PBJ tentang penerapan prinsip mengenali pengguna jasa atau para pelanggan yang melakukan transaksi.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Pihak Pelapor dalam

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU-PT).

Aturan ini menyebutkan penyedia barang dan jasa/lainnya (PBJ) merupakan pihak pelapor yang wajib menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK sebagai prinsip dasar pencegahan dan pemberantasan TPPU-PT yang menjadi international best practices yang tertuang dalam rekomendasi financial action task force (FATF). (ant/adm)