Analisa Pakar Keamanan Tentang Kebocoran Data Bank Indonesia

Pakar keamanan siber Pratama Persadha memperkirakan kebocoran data Bank Indonesia terus bertambah akibat serangan ransomware conti.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha memperkirakan kebocoran data Bank Indonesia terus bertambah akibat serangan ransomware conti.

Gemapos.ID (Jakarta) - Pakar keamanan siber Pratama Persadha memperkirakan kebocoran data Bank Indonesia terus bertambah akibat serangan ransomware conti. Sampai saat ini ditaksir meningkat hingga empat kali lipat. 

“Grup ransomware conti ternyata masih mengunggah data internal Bank Indonesia (BI) yang mereka curi lewat postingan terbaru di akun Twitter @darktracer sampai Rabu kemarin,” katanya pada Rabu (26/1/2022). 

Ukuran data Bank Indonesia (BI) yang dicuri meningkat dari 487 megabita menjadi 44 gigabita hingga 130 gigabita. Komputer internal milik BI juga diklaim telah disusupi oleh grup ransomware conti bertambah dari 16 unit menjadi 368 unit.

"Ini membuktikan bahwa komitmen mereka memang masuk sangat dalam ke sistem milik Bank Indonesia," ucapnya.

Darkweb memuat data Bank Indonesia sebesar 130 gigabita, maka data yang diambil kelompok ransomware conti lebih banyak. Namun, BI tidak menuruti kemauan dari peretas conti seperti tebusan sejumlah uang. 

“Conti mengeluarkan sedikit demi sedikit dari data tersebut untuk mengancam korbannya yang dalam hal ini pihak Bank Indonesia," ucapnya.

Semakin besar data Bank Indonesia yang bocor, maka makin membahayakan masyarakat Indonesia dan industri perbankan nasional. Hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan pihak lain seperti investasi dan bekerja sama dengan Indonesia.

Sebelumnya, Pertamina dan EximBank juga mengalami peretasan pada 2022. Namun, rekor terbanyak peretasan data dialami oleh Sony Picture sebesar 10 terabita pada 2014. 

Semakin besar data Bank Indonesia bocor, maka semakin membahayakan masyarakat Indonesia dan industri perbankan nasional. Bahkan, kejadian ini akan menurunkan tingkat kepercayaan pihak lain yang ingin berinvestasi dan bekerja sama dengan Indonesia.

Dengan demikian, Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) sangat mendesak untuk segera disahkan menjadi undang-undang (UU) tersebut. 

Selain itu harus menjadi perhatian semua pihak, terutama pengambil kebijakan untuk menjadikan keamanan siber sebagai salah satu hal program prioritas. Hal ini mulai edukasi keamanan siber, penguatan sumber daya manusia (SDM), penguatan riset dan teknologi, serta penguatan jangan pendek, menengah, dan panjang. (ant/din)