Pengamat Politik Soroti Kontroversi Ibu Kota Negara

Pengamat Politik Soroti Kontroversi Ibu Kota Negara
Pengamat Politik Soroti Kontroversi Ibu Kota Negara

Gemapos.ID (Jakarta) - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Universitas Jember, Hermanto Rohman mengemukakan sejumlah tantangan dihadapi pemerintah pusat setelah ditetapkannya Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Tantangan pertama adalah konsep penataan ruang dan kawasan yang harus menopang ibu kota negara. 

“Kawasan ibu kota itu akan menjadi kawasan eksklusif, maka akses sumber daya manusia (SDM) akan terbatas, maka daya dukung pembangunan wilayah penyangga kawasan juga perlu dipikirkan di masa depan,” katanya di Jember pada Rabu (19/1/2022). 

Hubungan kerja dan urusan pemerintahan di ibu kota negara secara kewilayahan akan berada dalam wilayah provinsi. Namun, pengelolaannya dilakukan oleh Kepala Badan Pengelola ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden.

“Fungsi pengawasannya langsung oleh pemerintah pusat memungkinkan terjadi konflik dalam kewenangan dan menjalankan urusan, sehingga harus diantisipasi," tuturnya.

Hermanto mengemukakan pendanaan dan pemindahan SDM yang besar harus jelas. Karena, ini dikhawatirkan menggunakan APBN yang dibiayai oleh utang.

Selain itu pembahasan UU IKN sangat singkat dan minim partisipasi publik, sehingga UU tersebut berpeluang sama dengan UU Cipta Kerja yang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini didasarkan proses formil dan substansi materiil UU potensial digugat.

"Secara substansial ada beberapa materi UU itu potensial bertentangan dengan UUD 1945 terutama dalam meletakkan kekhususan Ibu Kota Negara dengan pilihan konsepnya adalah badan otorita," ujarnya.

Pilihan model pemerintahan itu masih miskin penjelasan apalagi dipaksakan UU sudah berlaku tahun 2022 yaitu minimal dua bulan setelah UU ditetapkan.

"Saya khawatir aspek politik di luar substansi yang lebih dominan mengemuka yaitu penunjukan kepala badan otorita IKN lebih menonjol daripada visi membangun konsep ibu kota negara ke depan yang ideal," ucapnya.

Substansi lain yang menguatkan ketergesaan pilihan model pemerintahan dalam konsep IKN ke depan adalah sebagai bentuk pengecualian tidak ada representasi masyarakat sebagai bagian pemerintahan.

"Hal itu potensial justru akan menjadi kawasan yang eksklusif sementara dari aspek kesejarahan lingkungan bahwa lokasi yang menjadi ibu kota negara tidak akan lepas dari konteks hukum adat yang sudah berjalan di masyarakat," tuturnya. (ant/din)