Gemapos.ID (Jakarta) - Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai kenaikan upah minimum rata-rata hanya sebesar 1,09% pada setiap provinsi berisiko pada perbaikan ekonomi. Karena, ini akan sangat berpengaruh bagi daya beli masyarakat dan sektor ritel yang sedang proses pemulihan ekonomi. "Kenaikan 1% tidak akan menjamin penurunan pengangguran dan keterbukaan lapangan kerja semakin meningkat, belum tentu juga itu," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira di Jakarta pada Kamis (18/11/2021). Apalagi, penyesuaian PPN naik 10%-11% yang berakibat tidak terakomodir kepentingan pekerja oleh sistem perpajakan pada 2022. Kenaikan upah hanya 1% dan proyeksi inflasi sebesar 3%-4% pada 2022 berimbas bagi daya beli masyarakat kelas menengah, yakni pekerja yang rentan. Dia bisa tergerus oleh inflasi, sehingga menyebabkan pemulihan saya beli dan konsumsi rumah tangga jadi terhambat. Dengan demikian, upah minimum harus naik di atas inflasi ditambah dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi supaya masyarakat memiliki kekuatan ekonomi untuk penunjang kehidupannya. Tujuannya adalah agar masyarakat memiliki uang lebih untuk dibelanjakan. "Ujungnya yang diuntungkan adalah pelaku usaha juga kan begitu logikanya," ucapnya. Sementara itu pemerintah daerah (pemda) diminta menerbitkan kebijakan pengupahan merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. Hal ini berarti kenaikan upah didasarkan pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi minimum 2,48%. "Kalau berani ambil langkah naikan lebih tinggi dari inflasi," ujarnya. Sementara itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan penetapan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 pada Jumat (19/11/2021).