Gemapos.ID (Jakarta) - Pengamat militer Alman Helvas Ali menganggap pemilihan kepala staf TNI Angkatan Darat (Kasad) pada pemerintahan Presiden RI Joko Widodo bernuasa politis ketimbang pemerintahan sebelumnya. Karena, latar belakang Jokowi yang sebelumnya tidak pernah bekerja sama dengan TNI atau perwira TNI sehingga dia biasa menghendaki orang-orang yang pernah kerja sama dengannya pada satu masa. Sebenarnya, jabatan Kasad tidak politis, tapi praktiknya memiliki dampak dan muatan politis. "Ada tarik-menarik kepentingan siapa yang akan menjadi Kasad," katanya pada Selasa (10/11/2021). Banyak pihak menduga partai politik (parpol) memiliki pengaruh dalam pemilihan Kasad secara tidak langsung. Padahal, peraturan perundang-undangan menyebutkan perwira tinggi yang dapat dipilih oleh Presiden menduduki posisi Kasad adalah mereka yang berpangkat letnan jenderal. Setidaknya ada 17 perwira tinggi TNI AD berpangkat letnan jenderal, sebanyak 16 di antaranya merupakan lulusan Akademi Militer angkatan 1986-1989 dan seorang perwira lulusan Sekolah Perwira Prajurit Karier Tentara Nasional Indonesia (SEPA-PK TNI). Pasal 14 UU TNI mengatur  jabatan kepala staf TNI AD merupakan hak prerogatif Presiden dengan mempertimbangkan usulan dari Panglima TNI. Dari belasan nama yang memenuhi syarat, sejumlah pengamat memprediksi dua sampai lima perwira tinggi TNI AD berpeluang kuat dipilih oleh Presiden menggantikan Andika Perkasa. Direktur Eksekutif Institute For Security & Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi memprediksi Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman dan Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI Eko Margiyono memiliki peluang lebih kuat daripada nama lainnya. Hal berbeda dengan pengamat intelijen dan militer Susaningtyas N.H. Kertopati menilai peluang kuat itu kemungkinan dimiliki oleh Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Herindra, Wakasad Letjen TNI Bakti Agus Fadjari, Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI Eko Margiyono, Kepala BAIS TNI Letjen TNI Joni Supriyanto, dan Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman.