Dua Jalur Strategi Ditempuh Dalam Perubahan Iklim

COP 25
COP 25
Madrid, GemaPos, Indonesia kembali mengirimkan delegasi untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia dan menunjukkan aksi dan capaian Indonesia dalam penaggulangan perubahan iklim. Langkah ini dilakukan melalui dua jalur strategi, yaitu jalur negosiasi (hard diplomacy) dan jalur outreach dan campaign (soft diplomacy) dengan Paviliun Indonesia. Para negosiator Indonesia memperjuangkan misi berupa kepentingan dan komitmen (peningkatan ambisi) dalam pengisian gap dalam pencapaian target NDC Indonesia dan target kenaikan suhu dibawah 1,5 derajat Celcius. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Menteri (Wamen) Alue Dohong LHK selaku Head of Delegation (HoD) Indonesia dan didampingi oleh Duta Besar Indonesia H.E. Hermono (Head Alternate of Delegation) dan Dirjen PPI Ruanda Agung Sugardiman selaku National Focal Point dan juga Head Alternate of yang Delegation. Ruanda memimpin sekitar 44 delegasi RI dari berbagai Kementerian dan Lembaga, serta juga peserta Paviliun Indonesia dari berbagai stakeholder sektor yang terkait pengendalian perubahan iklim. Jalur negosiasi yang diperjuangkan DELRI di Konferensi UNFCCC di Madrid meliputi pertama COP25 yang akan membahas implementasi dari Paris Agreement yang terangkum dalam Paris Agreement Work Programme. Kedua, CMP15 yang akan membahas kelanjutan dari Kyoto Protokol dalam meninjau kembali kewajiban negara maju dan transisi dari mekanisme yang ada di Protokol Kyoto. Ketiga, CMA2 yang akan mengawasi implementasi Persetujuan Paris dan mengambil keputusan untuk mempromosikan efektifitas implementasi. Keempat, Badan Subsider UNFCCC (SBSTA51 dan SBI51) yang badan dibawah Konvensi ini akan mendukung advise bidang teknik (SBSTA) dan bidang dukungan pendanaan (SBI) untuk implementasi dari konvensi. "Kita sudah memiliki 40-50 negosiator yang terbagi dalam 13 tematik negosiasi yang akan kita perjuangkan di COP 25," ujar Alue. Beberapa agenda yang akan diperjuangkan DELRI baik dalam COP25/CMP15/CMA2/SBI dan SBSTA51 antara lain terkait isu mitigasi, adaptasi, transparency framework dan global stocktake, technology development and transfer, capacity building, pendanaan (finance), article 6 terkait pasar karbon, agriculture, response measure, gender di perubahan iklim, penelitian dan system observasi, masyarakat lokal dan masyarakat adat. Kemudian pada soft diplomacy, dipastikan sejumlah tokoh dunia dijadwalkan menjadi pembicara pada Paviliun Indonesia. Yang sudah dipastikan adalah Al Gore, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat yang bersama panel antar pemerintah untuk perubahan iklim pernah dianugerahi nobel perdamaian. Selain Al Gore, tokoh dunia lain yang akan hadir adalah Profesor Nicholas Stern seorang ekonom penulis buku ‘The Economics of Climate Change’ yang menjadi kitab rujukan global dalam memperhitungan dampak perubahan iklim dalam paradigma ekonomi. Ada juga Profesor Jeffrey Sachs, ekonom Amerika Serikat yang memiliki banyak pemikiran tentang pengentasan kemiskinan. Kehadiran tokoh dunia akan berdampak positif pada soft diplomacy Indonesia pada konferensi perubahan iklim. Para tokoh dunia itu akan akan mendatangkan massa yang pada akhirnya akan meningkatkan perhatian publik pada Paviliun Indonesia yang berarti juga kepada aksi-aksi nyata yang sudah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam upaya penanggulangan perubahan iklim. Jalur soft diplomacy ditempuh untuk menginformasikan capaian good practices serta lesson learn dan juga program mendatang dalam perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon serta adaptasi untuk mencapai target NDC Indonesia sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan luar negeri pada 2030. Jalur ini ditempuh melalui penyelenggaraan Paviliun Indonesia yang akan dimulai pada 4 Desember dan berakhir 12 Desember, dan juga melalui jalur side event pada COP 25. (mam)