Ancaman Tsunami Covid-19 di Hari Raya Idul Fitri

Idul Fitri
Idul Fitri
Perayaan Idul Fitri hanya menghitung hari membuat semua orang mempersiapkan ini dengan beragam cara. Hal itu mulai membeli kebutuhan pokok sampai persiapan bersama orang-orang tercinta. Untuk memperoleh kebutuhan pokok seperti sandang tidak heran pasar yang dianggap terjangkau menjajakan barangnya diserbu masyarakat. Contohnya, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat Siapa yang tidak kenal Pasar Tanah Abang? Pasar grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara. Namun, kedatangan sekitar 100.000 pengunjung dari penjuru Tanah Air ke Pasar Tanah Abang tidak diduga oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Bahkan, sebagian pihak termasuk wakil rakyat memandang ini sebagai tanda kebangkitan ekonomi Indonesia setelah pandemi Covid-19 melanda setahun terakhir. Namun, apakah ini tidak mengerikan dengan jumlah tadi berpotensi gelombang kedua Covid-19 terjadi di Indonesia. Bahkan, tsunami Covid-19 terjadi di Tanah Air seperti India. Padahal, semula India dinilai sebagai salah satu negara yang berhasil menangani pandemi Covid-19 setelah program vaksinasi itu berjalan lancar. Indonesia juga mengalami penurunan menjadi sekitar 6.000-an kasus Covid-19. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menganggap masyarakat patuh dengan penerapan protokol kesehatan (prokes). Mereka tidak berkerumun di mana saja dan kapan saja termasuk pasar. Aparat keamanan berjumlah besar diturunkan setelah kejadian berlangsung. Bahkan, antisipasi perjalanan dengan transportasi publik juga dilakukan setelah peristiwa tersebut. Ada dugaan mereka datang ke Pasar Tanah Abang melampiskan tidak bisa mudik, padahak mereka memegang uang cukup Tunjangan Hari Raya (THR). Jadi, uang itu dihabiskan berbelanja di sana. Dengan demikian, program subsidi ongkos kirim (ongkir) untuk belanja kebutuhan Idul Fitri 1442 H tidak berhasil digulirkan pemerintah. Pasalnya, belanja ini hanya dilakukan sebagian besar masyarakat yang sudah melek teknologi informasi dan menengah ke atas. Apalagi, masyarakat Indonesia masih terbiasa interaksi secara langsung. Bahkan, ini digunakan sebagai ajang tawar-menawar lantaran emak-emak senang berbelanja dengan harga semiring mungkin. Budaya interaksi langsung juga terlihat dari keinginan pulang kampung dilakukan oleh perantau di Jakarta. Mereka tetap berbondong-bondong mudik, meskipun potensi penularan Covid-19 menghantuinya tidak hanya bagi dirinya tetapi orang-orang yang akan ditemuinya. Kenyataan ini dihadapi pemerintah pusat dengan memajukan larangan mudik dari 6 Mei 2021 menjadi 24 April 2021. Namun, itu tidak digubris para pendatang tetap pulang kampung sebelum 6 Mei 2021. Bahkan, hingga hari ini saat pemberlakuan larangan mudik sebagian besar perantauy tetap berusaha pulang kampung dengan berbagai cara. Kampanye silahtirahmi virtual yang didengungkan Satgas Penanganan Covid-19 tidak berhasil Meskipun para pemudik diiming-imingi fasilitas komunikasi tidak membuat mereka mengurungkan niatnya tidak pulang kampung. Bahkan, ancaman tempat angker sebagai tempat isolasi mandiri tidak ditakutkan para pemudik untuk mendatangi kampung halamannya. Pada sisi lain pelarangan mudik berakibat sejumlah pekerja yang bergerak di bidang transportasi gigit jari lantaran tidak terdapat penumpang diangkutnya. Ini tidak hanya untuk angkutan luar kota tetapi dalam kota. Program bantuan langsung tunai (BLT) yang tidak seberapa nilainya apakah sudah tepat sasaran, sehingga para pengemudi ini bisa merasakannya. Sebelum pemberlakuan pelarangan mudik seharusnya mereka masuk program BLT. Keraguan memang sudah terlihat sejak awal penerapan larangan mudik lantaran ini diputuskan jelang waktu mudik. Padahal, pemerintah bisa membuat kebijakan tidak terkesan reaktif tetapi lewat kajian secara matang dengan berbagai skenario. Indonesia tidak kekurangan pakar untuk membahas dan mencari solusi atas setiap persoalan. Lepas dari itu masyarakat diminta paham dalam keadaan sulit tetap bisa melakukan yang terbaik seperti menerapkan prokes. Kebosanan terhadap pandemi Covid-18 yang telah melanda selama setahun terakhir jangan dijadikan alasan untuk berbuat nekat. Karena, kondisi yang akan dialami dari pengabaian prokes tidak hanya berdampak bagi dirinya, tapi bagi orang lain. Di akhir Ramadan marilah kita bermunajad kepada Allah untuk meminta kekuatan dan jalan keluar atas berbagai persoalan bangsa termasuk Covid-19. Berulangkali jaga kesehatan dengan menerapkan prokes. Terakhir, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 H, mohon maaf lahir dan batin. Salam. (mam)