Koalisi Masyarakat Sipil Dukung Revisi UU ITE

Nur Hidayati
Nur Hidayati
Gemapos.ID (Jakarta) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat dukungan koalisi masyarakat sipil untuk membuka ruang revisi UU ITE. Koalisi masyarakat Sipil yang merupakan gabungan dari ICJR, LBH Pers, IJRS, Elsam, SAFEnet, YLBHI,kontraS, PBHI, Imparsial, LBH Masyarakat, AJI Indonesi, ICW, LeIP, LBH Jakarta, Greenpeace Indonesia, PUSKAPA, Rumah Cemara, KPI, dan WALHI. Jokowi akan menindaklanjuti pernyataannya yang akan membuka ruang untuk duduk bersama dengan DPR. Hal ini guna merevisi UU ITE dengan langkah-langkah konkrit. Pemerintah memperhatikan serius seluruh pasal-pasal yang multitafsir dan berpotensi over kriminalisasi dalam UU ITE sudah seharusnya dihapus. Contoh, pasal tentang penyebaran informasi yang menimbulkan penyebaran kebencian berbasis SARA sebagimana diatur Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Pasal tersebut tidak dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian "Koalisi menyasar kelompok dan individu yang mengkritik institusi dengan ekspresi yang sah kerap digunakan untuk membungkam pengkritik presiden," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati pada Selasa (16/2/2021). Laporan yang dihimpun koalisi masyarakat sipil menunjukkan sejak 2016 sampai Februari 2020 kasus dengan pasal 27, 28, 29 UU ITE menunjukkan penghukuman mencapai 96,8% atau 744 perkara dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggi mencapai 88% atau 676%. Laporan terakhir SAFEnet menyimpulkan jurnalis, aktivis, dan warga kritis paling banyak diskriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal karet yang cenderung multitafsir dengan tujuan membungkam suara-suara kritis. Berdasarkan monitoring yang dilakukan oleh LBH Pers selama tahun 2020 setidaknya terdapat 10 jurnalis yang sedang melaksanakan kerja pers dilaporkan menggunakan ketentuan pasal-pasal dalam UU ITE. Pasal yang kerap digunakan adalah pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik dan pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian. Selanjutnya, proses 'fair trial' daam ketentuan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam revisi UU ITE harus kembali diberlakukan dan mendukung pembaruan KUHAP dan RKUHAP bahwa segala bentuk upaya paksa harus dengan izin pengadilan. Pengaturan mengenai blocking anf filtering juga harus direvisi.Kewenangan mengenai pengaturan blocking and filtering konten harus diatur secara tegas mekanismenya sesuai dengan due process of law.