Raker Kemendag dan Komis VI DPR: Percepat Penyelesaian Ratifikasi Protokol Pertama Perubahan AJCEP

95094a8d-003d-4adc-afd8-97548e0a07ba
95094a8d-003d-4adc-afd8-97548e0a07ba
Jakarta, 31 Januari 2020 – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menegaskan protokol Pertama Perubahan (The 1st Protocol to Amend) Persetujuan Kemitraan Menyeluruh ASEAN-Jepang (ASEANJapan Comphrehensif Economic Partnership/AJCEP) perlu segera disahkan. Untuk itu, proses ratifikasi perjanjian ini harus segera diselesaikan. Hal ini disampaikan Mendag Agus saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta pada Kamis (30/1). "Pihak-pihak terkait telah sepakat untuk mengupayakan penyelesaian proses perjanjian ini pada awal tahun 2020. Untuk itu, diharapkan dukungan Komisi VI DPR RI agar target penyelesaian ratifikasi dapat tercapai tahun ini segera,” kata Mendag Agus. Mendag mengungkapkan, saat ini Thailand dan Singapura telah menyelesaikan proses ratifikasinya. Sementara Jepang dan negara ASEAN lainnya termasuk Indonesia dalam proses penyelesaian. Penyelesaian perundingan perdagangan internasional menjadi perhatian khusus Pemerintah dalam upaya meningkatkan ekspor. Terlebih dalam situasi perekonomian yang tidak menentu saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga meminta Mendag untuk segera menyelesaikan perjanjian dagang dengan negara-negara potensial dalam penguatan ekspor. "Oleh sebab itu, proses ratifikasi perjanjian perdagangan internasional yang telah ditandatangani Indonesia, baik dalam konteks bilateral maupun regional harus segera diselesaikan. Di samping itu, berbagai terobosan akan terus diupayakan Pemerintah untuk tingkatkan ekspor Indonesia dan investasi asing ke Indonesia. Salah satunya dengan menjajaki pasar nontradisional dan meningkatkan peran seluruh perwakilan perdagangan di luar negeri agar lebih pro bisnis,” jelas Mendag Agus. Perjanjian AJCEP merupakan perjanjian yang telah ditandatangani oleh seluruh negara anggota ASEAN dan Jepang pada 28 Maret 2008 di Jakarta. Indonesia kemudian meratifikasi perjanjian tersebut melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2009 tanggal 19 November 2009. Perjanjian AJCEP memuat kesepakatan di bidang perdagangan barang dan jasa, serta investasi. Namun demikian, pada saat ditandatangani perjanjian ini hanya terkait perdagangan barang. Sementara bidang perdagangan jasa dan investasi akan dirundingkan kemudian. Selanjutnya, para pihak terkait merundingkan bab perdagangan jasa, pergerakan orang (movement of natural persons/MNP), dan investasi untuk menjadi bagian dari persetujuan AJCEP. Perundingan ini dimulai pada tahun 2011 untuk bab investasi serta pada 2012 untuk bab perdagangan jasa dan bab MNP. Perundingan diselesaikan pada tahun 2018 dan ditandatangani seluruh Negara anggota ASEAN dan Jepang di Hanoi, Vietnam pada 24 April 2019. Perjanjian ini mulai berlaku efektif pada hari pertama bulan kedua setelah Jepang dan setidaknya satu negara anggota ASEAN telah menyampaikan notifikasinya kepada Sekretariat ASEAN. Mendag juga ungkapkan bahwa protokol ini akan memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia. Pertama, protokol ini sebagai dasar hukum kerja sama ekonomi regional antara ASEAN dan Jepang dalam bidang perdagangan jasa, MNP, dan investasi untuk menciptakan iklim kerja sama yang transparan, terbuka dan fasilitatif. Kedua, protokol ini dapat meningkatan ekspor jasa Indonesia ke Jepang, khususnya sektor jasa transportasi laut, transportasi udara, dan asuransi. Dengan adanya Persetujuan AJCEP maka secara kumulatif nilai ekspor jasa Indonesia ke Jepang pada tahun 2025 akan mencapai USD 891,8 juta. Sementara bila tanpa AJCEP hanya akan mencapai USD 831,6 Juta. Ketiga, dapat meningkatkan aliran investasi Jepang ke Indonesia, meningkatkan proses alih teknologi, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing nasional. Keempat, dapat meningkatkan kemudahan bagi tenaga kerja profesional Indonesia untuk bekerja di Jepang melalui pengaturan MNP. Termasuk di dalamnya kepastian memperoleh izin masuk dan izin tinggal bagi pengunjung bisnis, perpindahan antar perusahaan, investor, serta profesional yang terkait dengan bidang yang membutuhkan teknologi atau pengetahuan tingkat lanjut. Raker juga membahas ratifikasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA (IE-CEPA) dan Perjanjian ASEAN tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik (ASEAN Agreement on ECommerce/AOEC). Hal ini merupakan tanggapan Kemendag atas atas pertanyaan Pimpinan dan Anggota Komisi VI DPR RI mengenai Perjanjian IE-CEPA dan Perjanjian ASEAN AOEC pada November tahun lalu. Pada raker ini, Komisi VI DPR RI meminta Kemendag mengkaji secara detail dan komprehensif terkait perjanjian-perjanjian yang sedang dalam proses penyelesaian. DPR meminta Kemendag mengutamakan produk ekspor khususnya UKM dalam negeri pada saat implementasi perdagangan elektronik. Komisi VI menyampaikan, implementasi perjanjian perdagangan harus menjadi kunci peningkatan ekspor bukan mendorong impor, sehingga dapat tercapai keseimbangan perdagangan. Untuk itu, Kemendag diharapkan dapat mereviu kebijakan-kebijakan impor agar berpihak kepada rakyat, lingkungan, dan industri dalam negeri serta mempermudah kebijakan ekspor untuk akselerasi keseimbangan neraca perdagangan. (AAN)