Tindak Tegas Pelanggar Prokes Covid-19!

istana presiden
istana presiden
Seminggu yang lalu bukan hari yang baik bagi  Irjen Pol Nana Sudjana lantaran dia dicopot dari jabatan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Idham Azis. Dia dimutasi menjadi Koordinator Ahli Kapolri. Muncul dugaan ini dialami Nana lantaran dia terkesan membiarkan kerumunan massa yang menjemput Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) di Bandar Udara (Bandara) Soekarno Hatta (Soetta). Selain itu tidak berbuat banyak atas kerumunan massa di Tebet, Jakarta Selatan (Jaksel) dan di Petamburan, Jakarta Barat (Jakbar) yang dihadiri HRS. Nana digantikan oleh Irjen Pol Fadhil Imran yang sebelumnya merupakan Kapolda Jawa Timur (Jatim). Nasib serupa juga dialami oleh Irjen Pol Rudy Sufahriadi dari posisi Kapolda Jawa Barat (Jabar) dipindah ke Widekswasra Tingkat Satu Sespim Lemdiklat Polri. Jabatan ini ditenpati oleh rjen Pol Ahmad Dhofiri yang sebelumnya sebagai Asisten Logistik Kapolri. Pengeseran Rudy diduga akibat kerumunan massa di Megamendung, Bogor, Jabar. Pencoptan dua kapolri dinilai sebagian pihak sebagai sikap tegas kapolri atas pelanggaran penegakan protokol kesehatan (prokes) Covid-19. Banyak pihak yang mengapresiasi kebijakan kapolri untuk memperlihatkan keseriusan kepolisian dalam penanganan Covid-19. Namun, sebagian pihak lain menganggap ini hanya mempercepat mutasi yang sudah direncanakan sebelumnya. Penilaian itu didasarkan tidak ada sanksi apapun atas kejadian di dua daerah tadi, hanya tindakan administratif saja. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana pihak lainnya yang terkait dengan penanaganan Covid-19. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah mengancam kepala daerah yang lalai dalam penanganan Covid-19. Rencana ini tentu mendapat tantangan dari DPRD dan partai politik (parpol) dengan alasan di luar kewenangan. DPRD dan parpol menanggap kepala daerah yang memilih rakyat melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) yang didahului usulan dari parpol. Mendagri berani melakukan ini didasarkan dia sebagai pembina kepala daerah. Bagaimana pihak yang menjadi ujung tombak penanganan Covid-19 yakni Satuan Tugas (Satgas) Covid-19. Tampaknya, belum ada tindakan kongkrit atas satgas yang tidak tegas. Malahan, mereka terkesan menfasilitasi kerumunan dan meberikan masker di kermuman. Spontan ini mengecewakan para relawan yang mengaku bekerja keras dalam penanganan Covid-19. Pimpinan Satgas Covid-19 hanya bersikap menyesalkan atas kejadian ini dan telah mengulurkan tangan untuk dialog. Namun, para relawan merasa tindakan berat sebelah dilakukan pimpinan atas kasus kerumunan yang melibatkan HRS. Kepala daerah juga terkesan ragu-ragu bertindak atas kerumunan yang berhubungan dengan HRS. Padahal, dia telah menerbitkan kebijakannya. Intinya, siapapun yang terkait dalam penanganan Covid-19, tetapi terkesan membiarkan harus mengalami sanksi yang setimpal. Kebijakan ini bisa memperlihatkan aturan tidak pandang bulu diberlakukan dan memberikan efek jera bagi yang melanggarnya. Ancaman Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman kepada siapapun yang akan melakukan kerumunan ditindak tegas perlu didukung semua pihak. Tidak heran komedian Narhi dan penyanyi Intan RJ mendatangi Kodam Jaya untuk memberikan apresiasi dan dukungan. Masyarakat diminta semakin sadar dengan kenaikan hingga 5.000-an kasus Covid-19 pada beberapa waktu lalu. Apalagi, total kasus Covid-18 hanpir mencapai setengah juta. Kemunculan vaksin Covid-19 tidak membuat terlena lantaran itu diperoleh secara berurutan mulai pejabat negara, tenaga kesehatan (nakes), yang diakhiri rakyat jelata. Keampuhan vaksin inipun belum terbukti bagi masyarakat dan berapa lama kekuatannya. Dengan demikian, masyarakat tetap disarankan menjalankan protokol kesehatan (prokes) Covid-19 hingga pandemi ini berakhir. Salam sehat. (mam) .