Menunggu Penurunan Covid-19 Dari PSBB Total

anies basweda n 2
anies basweda n 2
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Total mulai Senin (14/9/2020) hingga dua minggu ke depan. Kebijakan ini didasari kenaikan terus kasus positif Corona Virus Disease 2019/Covid-19 (Virus Korona). Sampai Minggu (13/9/2020) sebanyak 54.864 kasus positif Covid-19 terjadi di DKI Jakarta. Angka ini naik 1.492 kasus positif Covid-19 dibandingkan Sabtu (12/9/2020) dari 53.761 kasus Covid-19. Bahkan, kasus positif ini tertinggi ketimbang hari-hari sebelumnya, terakhir Kamis (10/9/2020) mencapai peningkatan 1.450 kasus positif Covid-19. Dengan demikian positivity rate Covid-19 di Jakarta mencapai 15% atau naik dibandingkan sebelumnya sebesar 12,3%. Angka ini dua kali lipat lebih besar dibandingkan standar World Health Organization/WHO (Badan Kesehatan Dunia) sebesar 5%. Ketersediaan ruang isolasi di 67 Rumah Sakit (RS) rujukan di Jakarta hanya tersisa 23% atau 1.024 kamar dari total 4.456 kamar. Jumlah ini melebihi peningkatan kasus positif Covid-19 di ibukota Indonesia setiap hari. Bahkan, tempat tidur hanya tersisa 17% atau 83 unit dari total 483 unit di 67 RS rujukan. Jadi, berbagai angka ini mengkhawatirkan bagi penanganan kasus Covid-19. Kebijakan PSBB total di Jakarta bisa dinilai terlambat lantaran ini seharusnya dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ketika hampir menyentuh 1.000 kasus positif Covid-19. Karena ini batas aman Pemprov DKI Jakarta masih leluasa menangani kasus positif Covid-19. Sekarang mereka dikhawatirkan mulai kewalahan menghadapinya akibat ketersediaan ruang isolasi dan tempat tidur sudah tidak memadai. Pemprov DKI Jakarta terlena dengan pencapaian tingkat kesembuhan 74,8% dan tingkat kematian 4,1%. Bahkan, mereka mengendorkan PSBB Total menjadi PSBB Transisi. Padahal, ketika pemberlakukan PSBB Total mulai 10 April 2020 sampai 4 Juni 2020 prokes Covid-19 belum diterapkan masyarakat secara ketat. Pengendorkan PSBB Total menjadi PSBB Transisi membuat masyarakat beranggapan Covid-19 tidak berbahaya. Hal ini dibuktikan mereka semakin malas menggunakan masker saat berkumpul dan tidak menjaga jarak di tempat keumunan seperti pasar dan tempat olahraga. Bahkan, perkantoran dan pabrik sering abai terhadap pemberlakuan prokes Covid-19 dengan tidak menjaga jarak antarpekerja. Apalagi, perusahaan tidak melakukan pemeriksaan karyawannya secara berkala dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) lebih akurat dibandingkan dengan rapid test. Pemberlakuan kembali PSBB Total terkesan panik oleh Pemprov DKI Jakarta lantaran tidak tahu harus berbuat apa menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Mereka juga tidak memiliki persiapan khusus terlihat dari penyediaan layanan kesehatan dan kebijakan ekonomi. Tiba-tiba ruang perkantoran hanya dapat diisi 25% dari total kapasitasnya. Padahal, perkantoran sudah mengurangi karyawan akibat penurunan kegiatan usaha. Kebijakan ini tidak hanya mendorong pengusaha menerapkan kebijakan work from home/WFH (bekerja dari rumah), namun memaksa kembali penambahan pemutusan hubungan kerja (PHK Selain itu menutup kegiatan usaha yang padat karya seperti perdagangan di pasar. Bahkan, pembatasan transportasi umum yang akan berdampak penumpukan penumpang lantaran tidak terangkut. Para pekerja juga semakin terburu-buru berangkat dan pulang dari kantor lantaran khawatir jumlah transportasi sedikit. Jadi, mereka terdorong pulang pada waktu yang bersamaan. PSBB Total juga dikhawatirkan memindahkan aktivitas kalangan berduit yang tidak dapat memperoleh tempat ‘nonkrong' di Jakarta akan pergi ke luar Jakarta. Hal ini berpotensi penularan Covid-19 di sana. Wilayah di luar Jakarta hanya membatasi pembukaan tempat nongkrong hanya sampai pukul 19.00 WIB. Lepas dari itu pencegahan kenaikan kasus positif Covid-19 dapat dilakukan dengan menyadarkan masyarakat atas ancaman kematian dari Covid-19. Penegakan hukum oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), apalagi Polri dan TNI akan siasia, jika mereka tidak memahaminya. Keberadaan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pimpinan lingkungan seperti RW dan RT diutamakan untuk mengingatkan bahaya Covid-19 kepada masyarakat. Pembicaraan ini harus diprioritaskan ketimbang lainnya apalagi tentang politik seperti Pilkada Serentak 2020. Masyarakat harus diinformasikan kehadiran vaksin Covid-19 apalagi obat Covid-19 masih lama ditemukan. Karena, pada tahun depan baru diproduksi dengan catatan uji klinis telah dilakukan bagi penderita Covid-19 jenis apapun. Perjalanan akan semakin panjang tatkala Covid-19 terus bermutasi, sehingga memerlukan vaksin dan obat yang lebih ampuh. Penerapan prokes Covid-19 terlihat sebagai suat perilaku baru yang mesti dijalankan setiap orang pada jangka waktu yang lama akibat belum diketahi kapan virus ini akan hilang. (mam)