UU dan Permentan Tak Sejalan Atur Tanaman Ganja

Prihasto Setyanto
Prihasto Setyanto
Gemapos.ID (Jakarta) - Kementerian Pertanian (Kemtan) menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian bahwa ganja sebagai tanaman obat. Kebijakan ini dinilai bukan kewenangan Kementan lantaran kementan lebih bertanggungjawab memenuhi kebutuhan pangan nasional. Selain itu melakukan ekspor pangan apabila di Indonesia telah mencapai kelebihan produknya. "Keputusan itu juga berlawanan dengan banyak peraturan hukum di Indonesia, apalagi dikeluarkan tanpa riset mendalam dan komprehensif," kata Pengamaf Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir di Jakarta pada Minggu (30/8/2020). Apalagi, persoalan ganja sebagai obat di Indonesia masih diperdebatkan sejumlah pihak yakni kalangan kesehatan dan kalangan kepolisian. Sebab, hal ini belum diatur dan diawasi secara jelas. Jika ganja akan digunakan sebagai obat harus merubah Undang-Undang (UU). Jadi, konsumsi tanaman ganja merupakan pelanggaran hukum, apalagi dibudidayakan. "Polri adalah penegak hukum yang hanya berpegang pada undang-undang," jelas Pengamat Kebijakan Publik LIPI Syafuan Rozi Soebhan. Dengan demikian Kementan harus memiliki dasar riset penetapan ganja sebagai tanaman obat, seperti pemanfaatan ganja untuk konsumsi secara terbatas. Kebijakan ini terjadi di Belanda. Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulistyo Pudjo Harton menegaskan ganja hanya digunakan bagi penelitian dan kajian ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyebutkan ganja masuk dalam golongan satu tanaman narkotika. Kementan belum pernah mendiskusikan ini dengan BNN. Lembaga ini bertugas melakukan pencegahan, pemberantasan, peredaran dan penyalahgunaan narkotika, termasuk ganja. "Peraturan Menteri tidak boleh bertentangan dengan undang-undang di atasnya. Ini menjadi pekerjaan bagi Kementerian Pertanian," tegasnya. Sebelumnya, Kementan mengakui penanaman ganja harus diawasi secara ketat apabila itu ingin dibudidayakan dengan pemberlakukan izin. Walaupun tanaman ini masuk holtikultura yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. "Pasal 67 poin 1 berbunyi budidaya jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang," papar Dirjen Holtikultura Prihasto Setyanto. Kemudian, poin 2 berbunyi budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin khusus dari menteri. Jadi, penetapan ganja sebagai salah satu tanaman obat, telah melalui diskusi dengan berbagai pihak. Walaupun, ganja telah ditetapkan sebagai tanaman obat sejak 2006 melalui Kepmentan 511/2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura. "Komoditas ini kisarannya kita lihat ada fungsi obat-obatan, yang mungkin tidak ada di tanaman lain, ada di tanaman ini," tukasnya.