KPU Dilarang Calonkan Pecandu Narkoba

Marsudi Syuhud
Marsudi Syuhud
Gemapos.ID (Jakarta) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta KPU mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pecandu, pengedar, dan bandar narkoba mengajukan diri sebagai calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020. Partai politik (parpol) juga harus patuh dan melaksanakan apa yang sudah diputuskan oleh MK. "Sebagai putusan tertinggi dan mengikat, menurut dia, parpol harus mengusung calon kepala daerah yang tidak bertentangan dengan UU," kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud kepada wartawan di Jakarta pada Rabu (22/7/2020). Apalagi, parpol sudah mengetahui isi undang-undang (UU) tersebut. Apalagi, parpol yang menyusun UUnya. "Masa dia akan melawan begitu? Kalau sudah menjadi UU menurut saya tinggal dituruti, tinggal dilaksanakan," jelasnya Marsudi meneruskan seseorang yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dapat dibuktikan lebih mudah ketimbang pezina. Pecandu ini dapat diperiksa dari rambutnya. "Kalau zina gimana itu ngukurnya?" tanyanya. Dengan demikian, mantan pengguna, pecandu, pengedar dan bandar narkoba tidak terpilih sebagai calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020. Sebelumnya, MK telah memutuskan mantan pengguna narkoba dilarang menjadi calon kepala daerah. Hal ini dilakukan dengan penolakan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pilkada 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i UU Nomor 10/2016. Pasal itu melarang seseorang dengan catatan perbuatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Perbuatan tercela yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba, dan berzina. Putusan MK itu berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2016. MK menyebutkan pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, kecuali dalam tiga kondisi. Pertama, pemakai narkotika yang karena alasan kesehatan yang dibuktikan dengan keterangan dokter yang merawat yang bersangkutan. Kedua, mantan pemakai narkotika yang karena kesadarannya sendiri melaporkan diri dan telah selesai menjalani proses rehabilitasi. Ketiga, mantan pemakai narkotika yang terbukti sebagai korban yang berdasarkan penetapan putusan pengadilan diperintahkan untuk menjalani rehabilitasi dan telah dinyatakan selesai menjalani proses rehabilitasi. Hal ini dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi negara yang memiliki otoritas untuk menyatakan seseorang telah selesai menjalani proses rehabilitasi. (din)