Lembaga Lama Belum Bubar, tapi Dibentuk Baru

jokowi 2
jokowi 2
Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin bingung bagaimana menggenjot pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019/Covid-19 (Virus Korona). Karena, ini tidak dapat dilakukannya akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih diberlakukan sejumlah pemerintah provinsi (pemprov) lantaran terus terjadi peningkatan kasus positif Covid-19 tergolong tinggi. Dengan begitu masalah yang harus ditangani dahulu adalah bagaimana menekan kenaikan kasus positif Covid-19 sekaligus mempercepat penyembuhan pasien dan mengurangi kematian. Apabila ini dapat diatasi secara baik, maka pertumbuhan ekonomi dapat diputar dengan pembukaan berbagai sektor ekonomi termasuk pusat perbelanjaan yang urung dibuka pemprov. Namun, Presiden Jokowi tidak mengevaluasi keberadaan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang terdiri dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan TNI/Polri. Apa yang belum dilakukan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 secara maksimal untuk ditingkatkan kinerjanya untuk mencapai target yang diharapkan. Gugus tugas ini belum mampu berbuat banyak, bahkan kasus positif Covid-19 terus bertambah dari ratusan hingga ribuan sekarang. Hal yang mencengangkan kasus positif Covid-19 terjadi di institusi kesehatan dan institusi TNI. Padahal, kedua institusi ini bagian dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Gugus Tugas Penanganan Covid-19 belum berhasil memperlihatkan kinerjanya secara maksimal, tapi Presiden Jokowi tidak sabar menggerakkan roda ekonomi. Hal ini dilakukan dengan membentuk Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Padahal, Presiden Jokowi telah memunyai Dewan Ekonomi Nasional (DEN) sebagai lembaga yang bisa membantu perumusan kebijakan ekonomi nasional. Selain itu Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian juga dimilikinya guna mengkoordinasikan menteri-menteri terkait ekonomi. Keberadaan Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional tidak hanya menghabiskan anggaran, tetapi tumpang-tindih kebijakan. Bahkan, ini semakin panjang birokrasi pengambilan suatu kebijakan. Sekali lagi reformasi birokrasi yang dicanangkan dari satu presiden ke presiden lain tampaknya hanya isapan jempol saja. Rantai birokrasi diperpanjang guna mengakomodasi kepenringan-kepentingan politik saja. Apabila Presiden Jokowi ingin memutar pertumbuhan ekonomi, maka ini dapat dilakukan dengan memberikan insentif kepada industri-industri yang dapat digerakkan pada pandemi Covid-19. Hal itu seperti industri kesehatan, industri farmasi, industri makanan, dan industri minuman. Pembentukan Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional dikhawatirkan hanya bermanfaat bagi segelintir orang saja. Jadi, Presiden Jokowi sebaiknya memaksimalkan keberadaan lembaga-lembaga yang sudah ada. Presiden Jokowi lupa dengan janjinya akan membubarkan sejumlah lembaga yang tidak produktif. Kalaupun suatu lembaga baru dibentuk, maka lembaga ini merupakan penyempurnaan lembaga sebelumnya yang telah dibubarkan. Begitupula janji pencopotan menteri-menteri yang bekerja secara biasa-biasa saja tidak dilakukan sampai sekarang. Kejadian ini semakin membuktikan yang dilakukannya hanya ‘drama’ saja. Dengan berbagai kebijakan tadi sebaiknya DPR sebagai wakil rakyat dapat memanggil bertanya apa yang dilakukan para menteri termasuk kepada lembaga terhadap penanganan Covid-19. Apabila ini belum puas, maka itu dapat dilanjutkan ke tingkatan selanjutnya. Namun, sebagian besar bangku DPR dikuasai oleh partai pendukung pemerintahan. Hal ini tentu tidak bisa diharapkan sepenuhya bersuara lantang. Kita berharap Presiden Jokowi senantiasa diberikan kesehatan supaya bisa memutuskan kebijakan-kebijakan yang berguna bagi rakyat. Selain itu dapat mengemban tugasnya sesuai sumpah dan janjinya di hadapan MPR. (din)