Indonesia Harus Waspadai Asia Pasifik

Nono Sampono
Nono Sampono
Gemapos.ID (Jakarta) Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyatakan Indonesia harus mewaspadai perkembangan lingkungan strategi kawasan Asia-Pasifik. Karena, hal ini berpengaruh pada pergeseran geopolitik, geoekonomi, dan geostrategi. "Sebenarnya bukan hanya Indonesia, melainkan secara keseluruhan akan menimpa negara-negara Asean," kata Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono di Jakarta pada Selasa (8/7/2020). Sejak Mei 2018 sudah terjadi perubahan-perubahan besar keamanan di Asia yang disebut Indo Pacific Region. Jadi, Indonesia tidak hanya harus menjaga keamanan perbatasan saja, tapi negara ini mesti memperhatikan efek dari persaingan perdagangan global yang akan masuk melalui jalur-jalur laut dan pemanfaatan pelabuhan Indonesia. "Pada saat ini barang-barang dari Tiongkok sudah ke mana-mana, banyak negara sudah ketergantungan dengan negara tersebut, termasuk Indonesia," ujarnya. Negara pesaing Republik Rakyat Tiongkok (RRT) seperti Amerika Serikat (AS) belum mampu bersaing dengannya. Apalagi, Indonesia hanya bisa mempertahankan segala macam keragaman sumber daya alam (SDA). Sampai sekarang Indonesia masih kalah agresif memperluas pasar dan investasi di Asia Tenggara dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Indonesia sebagai negara dengan wilayah terluas dan memiliki area yang menjadi penghubung sebagian besar negara di Asia Tenggara. Jadi, negara ini harus mengoptimalkan peluang strategis di Asia Tenggara. "Tidak hanya ekspor produk barang dan jasa, tetapi juga investasi. Investasi ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi juga memperkuat integrasi antarkawasan," ujarnya. . Indonesia hanya bertumpu pada kesepakatan perdagangan bebas ASEAN atau ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) beserta kesepakatan ASEAN dengan negara mitra (ASEAN-Cina FTA/ACFTA, ASEAN-Korea FTA/AKFTA, ASEAN-Japan CEP/AJCEP, ASEAN-India FTA/AIFTA, dan ASEAN Australia New Zealand FTA-AANZFTA). Namun, penetrasi pasar masih sangat minim. Kondisi itu harus berubah jika Indonesia menginginkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di tengah-tengah perang dagang AS-RRT. Karena, negara ini harus bisa menghadapi persaingan  perdagangan global yang sedang dikuasai kedua negara tersebut. "Sekitar 90% perdagangan dunia itu melalui laut dan melintasi Indonesia. Ini yang perlu kita manfaatkan, jangan sampai kita hanya menjadi konsumen atau pasar saja, tetapi kita juga harus bisa menjadi produsen," ujarnya. Dengan demikian Indonesia tidak boleh terprovokasi dengan ancaman-ancaman keamanan dari luar yang bertujuan mengacaukan konsentrasi bangsa Indonesia untuk mengimbangi persaingan dagang negara-negara kuat. Berbagai hal dalam konteks ASEAN, yakni pertama, Indonesia tidak bisa berpikir atau ingin maju sendiri, tetapi harus berpikir maju bersama dengan negara-negara ASEAN. "Indonesia harus menghindari konflik dan fokus menjaga arus pelayaran, khususnya di kawasan Laut Cina Selatan. Selain itu, kita juga harus secepatnya melakukan diplomasi-diplomasi maritim karena arus perdagangan akan lebih banyak melintasi laut," jelasnya. Indonesia juga harus memperkuat militer untuk bersaing dan merebut perdagangan global. Negara ini tidak bisa mengabaikan kekuatan militer dengan memperkuat kekuatan ekonomi. "Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan bukan hanya dari sumber daya alam (SDA), melainkan juga posisi geografis strategis di kawasan ASEAN," jelasnya. Posisi tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal, baik untuk jalur perdagangan maupun jalur logistik, yang memungkinkan proses investasi berjalan lebih baik lagi. (ant/moc)