15 Rumusan Baru UU Minerba

Sugeng Supartowo
Sugeng Supartowo
Gemapos.ID (Jakarta) DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi UU Minerba. Kebijakan itu ditempuh dalam Sidang Paripurna yang berlangsung di Komplek Parlemen, Jakarta pada Selasa (12/5/2020). Ketua Komisi VII DPR Sugeng Supartowo menyatakan sebanyak 15 rumusan baru yang merupakan penyempurnaan dimuat dalam Revisi UU Minerba. Langkah tersebut diklaim melalui proses pembahasan oleh Panitia Kerja (Panja) bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak 17 Februari 2020 sampai 6 Mei 2020. Selain itu mendengarkan berbagai masukan dari Tim Peneliti Fakultas Hukum UI yang dipimpin oleh Hikmahanto Juwana pada 7 April 2020. “Rapat juga dilakukan dengan Komite II DPD RI pada 27 April 2020,” katanya pada Selasa (12/5/2020). Bahkan, RUU Minerba juga telah disinkronisasikan dan diharmonisasikan dengan RUU Cipta Kerja sesuai keinginan dari Pemerintah. Hasil ini menghasilkan berbagai penyesuaian seperti kewenangan pengelolaan pertambangan minerba. Kemudian, penyesuaian nomenklatur perizinan dan kebijakan terkait divestasi saham Tidak ketinggalan divestasi saham badan usaha asing sebesar 51%. Berikut 15 rumusan dan penyempurnaan dalam batang tubuh UU Minerba tersebut
  1. Penguasaan minerba diselenggarakan pemerintah pusat melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan. Pemerintah pusat juga berwenang menetapkan jumlah produksi penjualan dan harga mineral logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batu bara.
  2. Wilayah pertambangan merupakan landasan bagi penetapan Kegiatan Usaha Pertambangan.
  3. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin tidak mengubah pemanfaatan ruang dan kawasan terhadap Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK)
Selain itu menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan untuk kegiatan usaha pertambangan.
  1. Perluasan WPR dapat dilakukan maksimal 100 hektare dan mempunyai cadangan mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter.
  2. Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Izin dalam UU Minerba terdiri atas Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Kemudian, IUPK sebagai kelanjutan Operasi yaitu Kontrak/Perjanjian, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Surat Izin Penambangan Bantuan (SIPB), Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, Izin Usaha Jasa Pertambangan, dan Izin Usaha Pertambangan untuk Penjualan. Pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha kepada gubernur. Hal ini didasarkan prinsip efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan eksternalitas dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, antara lain dalam pemberian IPR dan SIPB.
  1. Pemerintah provinsi memperoleh bagi hasil kegiatan pertambangan sebesar 1,5%.
  2. Kewajiban Menteri ESDM menyediakan data dan informasi penambangan untuk:
  3. Menunjang penyiapan Wilayah Pertambangan (WP)
  4. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
  5. Melakukan alih teknologi pertambangan.
Pengelolaan data dan informasi tersebut dilakukan oleh pusat data dan informasi pertambangan. Lembaga ini wajib menyajikan informasi pertambangan secara akurat, mutakhir, dan dapat diakses secara mudah dan cepat oleh pemegang izin pertambangan dan masyarakat.
  1. Pemegang IUP dan IUPK wajib menggunakan jalan pertambangan dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Jalan pertambangan tersebut dapat dibangun sendiri atau bekerja sama.
  2. Pemegang IUP dan IUPK wajib mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang besaran minimum ditetapkan oleh Menteri ESDM.
  3. Pihak asing yang memegang saham badan usaha pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% secara berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan/atau badan usaha swasta nasional.
  4. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyediakan dana ketahanan cadangan mineral, dan batu bara yang dipergunakan untuk kegiatan penemuan cadangan baru.
  5. Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi sebelum menciutkan atau mengembalikan WIUP atau WlUPK-nya wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100%,
Hal yang sama dilakukan oleh eks-pemegang IUP atau IUPK yang telah berakhir wajib melaksanakan rekłamasi dan pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100% serta menempatkan dana jaminan pascatambang.
  1. Inspektur tambang dapat membebankan pengawasan kepada Menteri ESDM dalam pengelolaan anggaran, sarana prasarana, dan operasional.
  2. Kegiatan penambangan tanpa izin dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal sebesar Rp100 miliar.
Ketentuan ini juga berlaku bagi pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang sengaja menyampaikan laporan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu. Begitupula setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi. Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya, juga dipidana dengan penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Untuk setiap pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang memindahtangankan IUP, IUPK, IPR atau SIPB tanpa persetujuan Menteri ESDM dipidana paling lama dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar. Bagi setiap orang yang IUP atau IUPK-nya dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau jaminan pascatambang dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Selain itu, eks-pemegang IUP atau IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan reklamasi dan/atau pascatambang yang menjadi kewajibannya. 15. Pada saat revisi UU Minerba mulai berlaku, maka:
  1. IUP, IUPK, IPR, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, dan IUJP yang telah ada sebelum berlakunya UU ini dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin.
  2. IUP, IUPK, IPR, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, dan IUJP yang telah ada sebelum berlakunya UU ini wajib memenuhi ketentuan terkait Perizinan Berusaha sesuai ketentuan dalam UU ini dalam jangka waktu dua tahun sejak UU berlaku
  3. Gubernur wajib menyerahkan dokumen IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IPR, IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengangkutan dan penjualan, dan IUJP yang telah diterbitkan gubernur sebelum berlakunya UU ini kepada menteri dalam jangka waktu paling lambat dua tahun sejak UU ini berlaku untuk diperbarui oleh menteri
  4. Ketentuan yang tercantum dalam IUP, IUPK, dan IPR harus disesuaikan dengan ketentuan UU ini dalam jangka waktu paling lambat satu tahun sejak UU ini berlaku.
  5. IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang diterbitkan sebelum berlakunya UU ini disesuaikan menjadi perizinan usaha industri yang diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian dalam jangka waktu paling lambat satu tahun sejak UU ini berlaku. (adm)