Resensi Novel ‘Topeng’: Sejauh Mana Kau Mampu Menyembunyikan Wajah

Gemapos.id (Jakarta) - Novel karya anak Medan berjudul Topeng: Sejauh Mana Kau Mampu Menyembunyikan Wajah mengisahkan tentang empat orang sahabat yang secara tidak sengaja menjadi sahabat karib. Mereka adalah Linda, Aim, Mer, dan Tiwi. Di halaman-halaman awal, kita akan dihadapi perspektif mengenai makna ‘sempurna’ dari simbol bulan dan bintang.

“Bulan adalah simbol ketidaksempurnaan manusia. Namun, betapapun tidak sempurnanya kita, seperti juga bulan, ia selalu mencoba memberi keindahan dalam gelap malam. Selalu berusaha do the best meski dia nggak perfect.”

“Bintang adalah simbol keteguhan hati, pantang menyerah, dan selalu memiliki harapan.”

4

12

Dari kedua hal di atas, which one will you choose? Mana yang kalian pilih? Kalian akan temukan jawabannya setelah membaca novel ini, hehe…

Memasuki pertengahan halaman, kita akan dihadapkan dengan realita kehidupan. Linda, Aim, Mer, dan Tiwi, masing-masing dari mereka berusaha menutupi apa yang tidak seharusnya diketahui hanya agar tidak kehilangan sesuatu yang sangat berarti, yaitu sahabat sejati. Layaknya memakai topeng, mereka seolah baik-baik saja padahal sedang rapuh. Selalu berusaha tersenyum walau hatinya menangis.

Kehidupan yang dijalani saat ini seakan membuat seseorang menjadi dewasa sebelum waktunya. Belajar bertahan dalam segala keterbatasan. Mencoba tegar walau banyak cobaan di hadapan.

Setiap kisah dalam novel ini diceritakan dengan cukup baik dan runtut. Meski hanya terdiri dari 150 halaman, novel ini sangat complicated untuk dibaca dan dipahami maknanya. Bahkan, di beberapa kisah, plot twist sangat main blowing.

”Wah, serius? Wah, gila!” gumamku saat menemukan plot twist yang dimaksud.

Terkesan klise, namun benar adanya. Karena sejak awal, aku tidak berekspektasi tinggi pada novel ini, namun setelah kubaca sampai akhir, isinya justru melebihi ekspektasiku sendiri. Hingga, di halaman-halaman penutup, apa yang dirahasiakan mulai terungkap. Apa yang ditutupi mulai terkuak. Karakteristik yang berbeda-beda semakin membuat novel ini menarik untuk ditelaah. Ada yang polos tapi ‘gila’, ada yang kritis dan tidak mau kalah, ada yang penuh semangat walau selalu ingin menyerah, ada juga yang humble tapi tidak bisa memilih jalan hidupnya sendiri.

Semua dibahas di sini. Di novel ini. Kisah yang membuat siapa saja yang membacanya dapat memahami apa arti sahabat sesungguhnya, apa konsekuensi dari menerima kekurangan, dan apa relevansi antara kehidupan dan kehilangan. Di beberapa halaman, kita akan merasa ada peran orangtua yang penuh kasih, keluguan yang menjerumuskan, dan kebodohan yang menyesatkan. Seperti yang aku bilang sebelumnya, meski singkat, novel ini sangat complicated. Karena itu, aku sangat menyarankan kalian untuk membaca novel ini dan merekomendasikannya kepada para sahabat!

Resensi ini Oleh Dewi Susilawati