Sensus Pertanian 2023 dan Kebijakan Pertanian yang Akurat

Presiden Joko Widodo (kanan) saat berdialog dengan petani di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa timur, Kamis (29/4/2021). (ant)
Presiden Joko Widodo (kanan) saat berdialog dengan petani di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa timur, Kamis (29/4/2021). (ant)

Gemapos.ID (Jakarta) - Di tengah ancaman krisis iklim yang bisa mengganggu pasokan pangan, Pemerintah perlu membuat kebijakan di sektor pertanian yang akurat untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga ketahanan pangan nasional.

Apalagi bagi Indonesia, sektor pertanian juga memiliki kontribusi yang signifikan pada perekonomian.

Badan Pusat Statistik mencatat sektor ini menyumbang 11,77 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada kuartal I 2023 dan menyerap 29,36 persen dari total penduduk bekerja pada Februari 2023.

Untuk membuat kebijakan yang akurat di sektor pertanian, Pemerintah memerlukan data yang juga akurat, faktual, dan mutakhir.

Dalam sambutan pada Pencanangan Pelaksanaan Sensus Pertanian 2023, Presiden Joko Widodo menggarisbawahi bahwa data sektor pertanian yang akurat akan dapat mengatasi berbagai persoalan di sektor pertanian, misalnya, terkait distribusi pupuk subsidi.

Untuk itu, ia mendukung pelaksanaan Sensus Pertanian 2023 yang diharapkan dapat menggambarkan kondisi terkini sektor pertanian dalam negeri secara komprehensif.

Sensus pertanian dilaksanakan setiap 10 tahun sekali berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1997 tentang Statistik serta rekomendasi Badan Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organisation (FAO).

Sensus pertanian merupakan satu-satunya instrumen pengumpulan data yang dapat menghasilkan data pertanian hingga wilayah terkecil.

Sensus Pertanian 2023 menjadi sensus pertanian ketujuh yang dilaksanakan oleh Indonesia sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 1963.

Mengusung tema Mencatat Pertanian Indonesia untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani, data hasil Sensus Pertanian 2023 diharapkan dapat menjadi landasan yang valid dalam perumusan kebijakan di bidang pertanian.

Sensus yang akan dilaksanakan mulai 1 Juni sampai 31 Juli 2023 ini bertujuan memotret perubahan struktur pertanian Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir.

Data dari sensus dapat dimanfaatkan sebagai kerangka sampel bagi survei-survei yang akan dilaksanakan di antara dua sensus, untuk mengumpulkan statistik pertanian yang lebih rinci.

Data tersebut pun dapat digunakan sebagai benchmark dan rekonsiliasi dari statistik pertanian yang ada.

Data pertanian yang rinci

Sebagai kegiatan yang besar, Sensus Pertanian 2023 terdiri dari rangkaian tahapan aktivitas yang diawali dengan perencanaan, persiapan, pengumpulan data, penyajian, dan analisis data.

Pendataan dalam sensus juga mencakup tujuh subsektor pertanian, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, dan jasa pertanian.

Data yang akan dihasilkan berupa struktur pertanian Indonesia, keadaan petani gurem, indikator pembangunan berkelanjutan dalam sektor pertanian, geospasial statistik pertanian, dan manajemen pertanian.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan data yang akan dihasilkan dari Sensus Pertanian 2023 juga meliputi luas lahan pertanian menurut penggunaan, produksi komoditas pertanian, dan jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pertanian.

Melalui Sensus Pertanian 2023, Pemerintah juga akan memperbarui sistem pengumpulan dan penyimpulan data terkait petani skala kecil.

Sebelumnya, petani berskala kecil atau petani gurem diukur hanya berdasarkan kepemilikan lahan seluas kurang dari 0,5 hektare.

Sedangkan dalam Sensus Pertanian 2023, petani disebut berskala kecil atau petani gurem dengan tidak hanya mempertimbangkan kepemilikan lahan, tapi juga jumlah aset ternak dan pendapatan per bulan yang disesuaikan dengan masing-masing daerah.

Sensus Pertanian 2023 juga akan menghasilkan data pelaku usaha pertanian by name by address yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui sasaran yang tepat dari program Pemerintah di bidang pertanian, salah satunya penyaluran pupuk bersubsidi.

Dengan mengetahui jumlah petani Indonesia beserta usianya saat ini, Pemerintah juga berharap akan mendapatkan gambaran terkait kondisi regenerasi petani di dalam negeri.

Gambaran ini penting agar Indonesia bisa segera mengambil langkah untuk mengantisipasi persoalan usia petani yang semakin menua atau aging farmers, yang juga terjadi secara global.

Adapun rangkaian kegiatan Sensus Pertanian Tahun 2023 sudah dimulai sejak tahun 2021 dan direncanakan seluruh kegiatan akan berakhir tahun 2024.

Responden yang akan didata meliputi usaha pertanian perorangan atau usaha pertanian lainnya seperti kelompok tani, maupun usaha pertanian berbadan hukum di seluruh wilayah Indonesia.

Sinergi dengan kementerian dan lembaga

Keberhasilan Sensus Pertanian 2023 tentu memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, BPS telah mendapatkan dukungan dari Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melaksanakan Sensus Pertanian 2023.

Dalam pelaksanaannya, Sensus Pertanian 2023 juga akan melibatkan 190 ribu petugas sensus yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Ke depan, setelah data dari sensus pertanian terkumpul, Presiden Jokowi diharapkan mengatur pemanfaatan berbagi data hasil sensus, termasuk data petani by name by adress.

Data ini diharapkan dapat membuat program di bidang pertanian dari berbagai kementerian dan lembaga lebih akurat dan tidak tumpang tindih.

Presiden Jokowi juga berharap, ke depan, Sensus Pertanian dapat dijalankan setiap 5 tahun sekali agar data terkait sektor pertanian yang komprehensif dapat diperbaharui dengan tempo yang lebih cepat.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan akan mendukung jika nantinya Sensus Pertanian dilaksanakan 5 tahun sekali sehingga pemerintah dapat terus memiliki data sektor pertanian yang lengkap dan aktual. (rk)