Akademisi: Tak Ada Larangan Perempuan Minang Berpolitik

Akademisi sekaligus tokoh adat perempuan Minangkabau atau yang disebut juga dengan Bundo Kanduang Prof Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib saat diwawancarai awak media massa di Padang, Kamis, (4/5). (ant)
Akademisi sekaligus tokoh adat perempuan Minangkabau atau yang disebut juga dengan Bundo Kanduang Prof Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib saat diwawancarai awak media massa di Padang, Kamis, (4/5). (ant)

Gemapos.ID (Jakarta) - Akademisi sekaligus tokoh adat perempuan Minangkabau atau yang disebut juga dengan Bundo Kanduang Prof Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi perempuan Minangkabau untuk berkiprah di kancah politik.

"Secara budaya, tidak ada larangan bagi kaum perempuan Minangkabau untuk berkiprah di politik," kata akademisi sekaligus tokoh adat perempuan Minangkabau atau yang disebut juga dengan Bundo Kanduang Prof Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib di Padang, Sabtu.

Setiap perempuan Minangkabau berhak dan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki apabila ingin terjun ke dunia politik. Baik sebagai legislator, eksekutif, yudikatif maupun bidang lainnya.

Hanya saja, terdapat empat larangan bagi kaum perempuan Minangkabau untuk menduduki empat posisi atau masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah empat jinih (jenis).


"Empat larangan tersebut yaitu penghulu, manti, malin dan dubalang," ujar ahli waris Kerajaan Pagaruyuang tersebut menjelaskan.

Jika dirinci lebih jauh, di bawah malin terdapat pula empat jabatan yang tidak boleh diisi atau ditempati kaum perempuan Minangkabau. Keempatnya yakni imam, katib, qadhi dan bilal. Di luar delapan jabatan tersebut perempuan Minang diperbolehkan maju di kancah politik termasuk menjadi calon presiden apabila mampu.

Sastrawati, budayawati sekaligus Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Unand) tersebut menjelaskan kendati perempuan Minang mempunyai modal yang kuat untuk menempati posisi di kancah politik, namun pilihan itu tidak selalu diambil.

Hal tersebut bisa saja menjadi tanda tanya dari masyarakat alasan perempuan Minang tidak memanfaatkan posisi strategis untuk menjadi kepala daerah, calon anggota DPR dan lain sebagainya, ujar penulis puisi berjudul "Bianglala" tersebut.

"Jadi itu sebenarnya self selection. Contoh, Bundo mungkin mampu jadi anggota DPR tapi pilihan Bundo bukan di situ," ujar dia. (pu)