Hari Buruh 2023: Berikut Tokoh Pejuang Hak-hak Buruh Indonesia

Marsinah tokoh aktivis buruh Indonesia (ist)
Marsinah tokoh aktivis buruh Indonesia (ist)

Gemapos.ID (Jakarta) - Setiap 1 Mei selalu diperingati sebagai Hari Buruh atau biasa juga disebut sebagai May Day. Di Indonesia, Hari Buruh selalu identik dengan perayaan demo buruh di berbagai daerah untuk menyuarakan hak-hak yang belum terpenuhi dengan baik dan masih diperjuangkan kepada pemerintah. 

Pada 1918, Serikat buruh Kung Tang Hwee memperingati Hari Buruh dengan berlandaskan ide Adolf Baars, tokoh sosialis Belanda yang mengkritik harga sewa tanah kaum buruh terlalu rendah untuk perkebunan.

Lalu, pada 1948, setiap 1 Mei, buruh diizinkan untuk tidak bekerja sesuai dengan Undang-Undang (UU) nomor 12 tahun 1948. Hari Buruh pun selalu menjadi momen untuk merenung dan mengambil pelajaran berharga mengenai pekerjaan dan perjuangan setiap orang. Kini, hak buruh perlahan mulai dilihat oleh pemerintah. Sebelumnya, beberapa tokoh pejuang buruh Indonesia sangat sulit untuk menaikkan hak buruh ke ranah pemerintahan.

Tokoh atau Aktivis Pejuang Hak-Hak Buruh

1. Marsinah

Marsinah yang lahir di Nglundo, Jawa Timur pada 10 April 1969 merupakan aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Marsinah sangat vokal dalam membela hak-hak para buruh. Salah satu keaktifannya adalah terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa. Ia termasuk 15 orang perwakilan karyawan yang menerapkan perundingan dengan pihak perusahaan. 

Lalu, tanpa Marsinah, sebanyak 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo untuk dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Setelah itu, Marsinah hilang dan diduga diculik. Tiga hari setelah kejadian tersebut, pada 8 Mei 1993, mayat Marsinah ditemukan di hutan di dusun Jegong, desa Wilangan dengan tanda-tanda kesan penyiksaan berat.

Kasus ini pun dijadikan catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO), seperti tercatat dalam ilo.org. Akibatnya, Hari Buruh Indonesia kerap diidentikan sebagai perayaan Marsinah yang sudah memperjuangkan kaum buruh.

2. Muchtar Pakpahan 

Muchtar Pakpahan merupakan Ketua Umum SBSI periode 2018-2022 yang mendirikan serikat buruh independen pertama di Indonesia saat rezim Orde Baru hanya mengizinkan satu serikat buruh, yaitu SPSI. Pada 2003, ia meninggalkan serikat buruh dan mendirikan Partai Buruh Sosial Demokrat. Namun pada 2010, ia meninggalkan partai.

Sebelumnya, Muchtar pernah menjadi tahanan politik di era Presiden Soeharto karena disertasi dan buku tulisannya berjudul Potret Negara Indonesia. Buku tersebut dinilai Soeharto melanggar UU, tetapi, usai Soeharto lengser, ia mendapatkan amnesti dan abolisi dari Presiden Habibie. 

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyatakan Muchtar Pakpahan adalah tokoh buruh yang peduli terhadap kaum buruh dan rakyat kecil. Meskipun ia berkali-kali dipenjara dan ingin dibunuh, tetapi kecintaannya kepada kaum buruh tidak surut. Pada 21 Maret 2021, ia berpulang ke pangkuan Sang Pencipta di Rumah Sakit Siloam, Jakarta Pusat karena mengalami kanker.

3. Jacob Nuwa Wea

Jacob Nuwa Wea yang lahir di Flores, Nusa Tenggara Timur pada 14 April 1944 adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kabinet Gotong Royong. Minatnya terhadap persoalan tenaga kerja yang membuat Jacob memutuskan untuk masuk ke Akademi Ilmu Perburuhan Jakarta pada 1978. 

Berdasarkan p2k.stekom.ac.id, sebenarnya, ia tidak pernah bercita-cita menjabat pejabat tinggi. Namun, ketika melihat nasib para buruh pekerja yang teraniaya dan jauh dari kemakmuran, hatinya mulai tergerak untuk turut memperjuangkan nasib para buruh tersebut. Ia pernah memimpin buruh untuk berunjuk rasa ketika hak-haknya sebagai pekerja diinjak-injak pengusaha. Dari aktivitasnya di SPSI dan menjadi anggota DPP PDIP ini yang membawa Jacob menjadi anggota DPR sampai akhirnya menduduki kursi Menteri Tenaga Kerja pemerintahan Megawati.(da)