Alasan Penerapan Skema Power Wheeling Bagi PLN Tidak Perlu Dikhawatirkan

"Kekhawatiran terhadap kondisi hari ini yang kemudian membuat penolakan terhadap penetapan instrument power wheeling di dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) RUU EBET (Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan) menurut saya tidak beralasan," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta pada Senin (27/2/2023).
"Kekhawatiran terhadap kondisi hari ini yang kemudian membuat penolakan terhadap penetapan instrument power wheeling di dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) RUU EBET (Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan) menurut saya tidak beralasan," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta pada Senin (27/2/2023).

Gemapos.ID (Jakarta) - Institute for Essential Services Reform (IESR) meminta sejumlah pihak tidak  perlu khawatir terkait skema power wheeling. 

Pasalnya, skema ini adalah mekanisme yang mengizinkan Independent Power Producers/IPP (perusahaan swasta) untuk membangun pembangkit listrik dan menjualnya kepada pelanggan rumah tangga dan industri.

"Kekhawatiran terhadap kondisi hari ini yang kemudian membuat penolakan terhadap penetapan instrument power wheeling di dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) RUU EBET (Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan) menurut saya tidak beralasan," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta pada Senin (27/2/2023).

Semula usulan power wheeling dimasukkan dalam draf RUU EBET yang diusulkan oleh pemerintah, tapi ini ditolak.

Kondisi over supply diyakini tidak akan berlangsung selamanya lantaran RUU EBET sedang dibahas yang memiliki efek jangka panjang.

"Hari ini kita mengalami kondisi over supply tetapi kondisi over supply ini mungkin akan teratasi tahun 2025 tahun 2026. Padahal RUU yang kita bahas hari ini punya efek jangka panjang akan berlaku jangka panjang paling tidak di atas 10 tahun mungkin bisa sampai 15 tahun," ujarnya. 

Sebenarnya, skema power wheeling bukan hal yg baru, karena ini sudah terdapat di Undang-Undang (UU) Ketenagalistrikan dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 1 Tahun 2015, UU Cipta Kerja hingga Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2021.

"Jadi, 'power wheeling' yang dikhususkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit energi terbarukan bukan energi yang lain-lain. Itu juga bisa dilihat sebagai instrumen untuk mendukung energi terbarukan," ucapnya. 

Skema power wheeling juga merupakan konsekuensi dari struktur industri ketenagalistrikan yang menggunakan sistem vertical integrated dengan PLN menguasai pembangkit transmisi sampai ke distribusi.

Untuk bisa berusaha menjual tenaga listrik itu harus dilakukan oleh pemegang wilayah usaha dan praktis seluruh Indonesia ini pemegang wilayah usahanya adalah PLN. 

Jadi, kalau orang tidak bisa membangun transmisi listrik sendiri karena dia tidak punya wilayah usaha. 

“Konsekuensinya karena PLN yang boleh bangun jaringannya, boleh dong dimanfaatkan bersama-sama. Ini sama juga dengan 'open access' untuk jaringan gas itu bisa dipakai," ujar Fabby Tumiwa. 

PLN bisa mempunyai sumber pendapatan baru jika membuka skema power wheeling, tapi pemanfaatan jaringan transmisi tidaklah gratis dan ada tarifnya.

"Di sini justru saya melihat dengan membuka 'power wheeling' maka PLN bisa punya sumber pendapatan baru 'revenue' dari transmisikan listrik," ucapnya. 

“Jadi, sejumlah PLN akan dirugikan, maka ini tidak tepat, justru dalam jangka panjang kalau skema ini jalan dengan baik, PLN bisa dapat penghasilan tambahan,

“Bahkan punya pemasukan yang bisa dipakai untuk berinvestasi lagi untuk penguatan transmisi listrik," ujarnya.