BMKG: Sebagian Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Ringan

Ilustrasi: Hujan lebat
Ilustrasi: Hujan lebat

Gemapos.ID (Jakarta) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)  memprakirakan jika hujan dengan intensitas ringan akan mengguyur sebagian besar wilayah yang ada di Indonesia.

Pada laman resmi BMKG yang ANTARA kutip di Jakarta, Selasa, hujan ringan bakal mengguyur wilayah Serang, Bengkulu, Jakarta, Jambi, Palangkaraya, Ambon, Ternate, Mataram, Kota Jayapura, Manokwari, Pekanbaru, Kendari dan Medan di siang harinya.

Adapun hujan dengan intesitas sedang berpotensi terjadi di Bandung, Pangkal Pinang, Kupang dan Manado.

BMKG juga memprakirakan kalau hujan lebat yang disertai kilat dan petir, juga akan terjadi di Yogykarta, Surabaya, Banjarmasin, Bandar Lampung dan Makassar.

Selanjutnya terdapat wilayah yang akan mengalami cuaca berawan yakni Semarang, Tanjung Pinang, Mamuju dan Palembang.

Sementara wilayah Banda Aceh, Denpasar, Gorontalo, Pontianak, Samarinda, Tarakan, dan Padang berpotensi mengalami cuaca cerah berawan saat siang hari.

Kemudian di malam hari, hujan ringan diprakirakan turun di Serang, Bengkulu, Yogyakarta, Jakarta, Semarang, Palangkaraya, Pangkal Pinang, Ambon, Kota Jayapura, Mamuju dan Palembang.

Hujan berintensitas sedang bakal terjadi di Samarinda, Bandar Lampung dan Makassar.

Sedangkan hujan lebat yang disertai kilat dan petir pada malam hari bakal turun di Surabaya, Banjarmasin, Tarakan dan Pekanbaru.

BMKG menyebut suhu pada hari ini akan berkisar antara 20-32 derajat celcius, dengan tingkat kelembapan udara mencapai 60 hingga 100 persen.

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan bahwa perubahan iklim menyebabkan terganggunya siklus hidrologi dan membuat krisis air kian menjadi ancaman serius bagi seluruh negara.

"Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara. Tidak peduli itu negara maju atau berkembang,” katanya.

Dwikorita menuturkan meningkatnya emisi gas rumah kaca akan berdampak pada meningkatnya laju kenaikan temperatur udara dan berdampak pada fenomena perubahan iklim.

Emisi gas rumah kaca yang tidak bisa dikendalikan memicu semakin cepatnya proses penguapan air permukaan, sehingga mengakibatkan ketersediaan air semakin cepat berkurang. Sebaliknya, akan terjadi hujan yang berlebihan di lokasi atau belahan bumi yang lain.

Baik air di permukaan maupun di tanah yang semakin berkurang, kemudian mempengaruhi ketersediaan air bersih di seluruh dunia. Ditambah perubahan iklim yang ekstrem menyebabkan proses turunnya hujan menjadi ekstrem dan tidak merata.

Dwikorita menyoroti apabila krisis air dan kondisi iklim ekstrem terus berlanjut dikhawatirkan berdampak pada krisis pangan di dunia.

Menurutnya, perubahan iklim turut memicu munculnya kejadian-kejadian ekstrem terutama kekeringan dan banjir. Jika sebelumnya rentang waktu kejadian berkisar 50-100 tahun, saat ini rentang waktu menjadi semakin pendek atau frekuensinya semakin sering terjadi dengan intensitas atau durasi yang semakin panjang.

Oleh karenanya, ia meminta semua negara untuk memitigasi dan mengurangi peningkatan dampak serius dari perubahan iklim tersebut.

“Diharapkan mampu meningkatkan komitmen dan kerjasama pengelolaan air global secara berkelanjutan. Situasi bumi saat ini menjadi alarm serius bagi kita semua. Kita perlu bekerja sama, berpikir bersama, dan memecahkan masalah bersama," katanya.(ap)