Atasi Kelebihan Penghuni ala Lapas Curup Bengkulu

Ribuan baglog atau media tanam jamur tiram disiapkan untuk pengembangan jamur tiram di Lapas Kelas IIA Curup. (ant)
Ribuan baglog atau media tanam jamur tiram disiapkan untuk pengembangan jamur tiram di Lapas Kelas IIA Curup. (ant)

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Curup yang membawahkan tiga kabupaten di Provinsi Bengkulu, saat ini menjadi salah satu lapas terpadat di wilayah ini.

Daya tampung lapas ini sebenarnya sekitar 250 orang, namun saat ini dihuni 700 warga binaan atau nyaris tiga kali lipat dari kapasitas riil.

Lapas yang menampung warga binaan pemasyarakatan dan narapidana dari Kabupaten Rejang Lebong, Lebong, dan Kepahiang ini berada di tengah Kecamatan Curup, Ibu Kota Rejang Lebong. Bangunan ini berdiri di atas lahan lebih kurang 1 hektare.

Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Kelas IIA Curup Hadi Wijaya mengatakanl apas ini memiliki 12 blok, yang setiap bloknya memiliki empat kamar dan setiap kamarnya berisikan 14-15 orang.

Karena kamarnya terbatas dan warga binaan pemasyarakatan atau WBP-nya banyak maka setiap kamarnya dihuni 14 hingga 15 orang. Agar bisa menampung semua WBP, setiap kamar dibuatkan tempat tidur bertingkat.

Masalah kelebihan daya tampung di lapas setempat sudah terjadi sejak 10 tahun lalu. Permasalahan ini bukan hanya terjadi di Curup, tetapi juga di lapas lainnya yang ada di Tanah Air.

Untuk menjaga kondisi lapas ini tetap kondusif di tengah kelebihan daya tampung serta terbatasnya petugas pengamanan, pihaknya mengedepankan upaya pendekatan humanis serta memberikan pembinaan mental dan spiritual, baik dengan melibatkan pihak luar maupun pemberdayaan warga binaan pemasyarakatan atau WBP.

Kondisi lapas yang penuh sesak dengan berbagai macam tipikal orang di dalamnya, sebenarnya rawan konflik. Sedikit saja terjadi benturan atau gesekan bisa menimbulkan situasi yang tidak terkendali hingga kerusuhan massa.

Saat ini petugas pengamanan yang dimiliki Lapas Kelas IIA Curup baru ada 32 orang yang dibagi menjadi empat regu jaga. Selain itu juga didukung pegawai administrasi hingga kepala lapas sebanyak 51 orang sehingga total ada 83 pegawai.

"Rasio ideal petugas pengamanan satu  personel menjaga 10 orang, tapi karena keterbatasan petugas maka satu petugas pengamanan yang kami miliki mengawasi hingga 80 orang," ujarnya.

Pembinaan WBP

Kepala Lapas Kelas IIA Curup Bambang Wijanarko menjelaskan dalam melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan atau WBP, pihaknya tidak diperbolehkan melakukan pendekatan kekerasan seiring dengan adanya perubahan kebijakan oleh Kemenkumham.

Pola pendekatan dan pembinaan ini dilakukan untuk membentuk WBP menjadi manusia yang berguna dan memiliki keterampilan kerja, ilmu pengetahuan bidang umum maupun keagamaan sehingga akan menjadi bekal saat mereka kembali ke tengah-tengah masyarakat nantinya.

Dengan adanya pendekatan dan pembinaan humanis serta pemberian keterampilan ini dapat mengurangi tingkat stres di kalangan WBP sehingga mereka dapat menjalani penahanan dengan patuh tanpa ada gesekan dengan sesama mengingat penghuni lapas yang sudah melebihi daya tampung.


Untuk memaksimalkan program pelatihan kerja bidang perbengkelan Lapas Kelas IIA Curup, pihaknya sudah mengajukan tanda daftar bengkel kerja lapas sebagai lembaga pelatihan keterampilan (LPK) kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Rejang Lebong.

Disnakertrans Rejang Lebong sendiri disebutkan segera membentuk tim guna memberikan rekomendasi Bengkel Kerja Lapas Kelas IIA Curup untuk mendapatkan tanda daftar lembaga pelatihan keterampilan dan mendukung kegiatan pembinaan kemandirian narapidana di Lapas Kelas IIA Curup.

"Berbagai program sudah kami siapkan untuk   WBP di Lapas Kelas IIA Curup, antara lain,  pembinaan rohani, pelatihan keterampilan kerja, pendidikan, pembukaan usaha peternakan, budi daya jamur tiram, perikanan, bengkel, dan lainnya," kata Bambang.

Jamur tiram

Salah satu program pembinaan kepada WBP Lapas Kelas IIA Curup yang dalam setahun belakangan memberikan kontribusi atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ialah budi daya jamur tiram. Usaha ini  memanfaatkan rumah dinas petugas lapas setempat yang tidak dihuni karena sudah rusak atau tidak layak huni lagi.

"Budi daya jamur tiram ini memanfaatkan rumah dinas Lapas Kelas IIA Curup yang tidak dihuni, posisinya berada di bagian luar tapi masih dalam lingkungan lapas. Usaha ini baru berjalan sekitar satu bulan belakangan," kata dia.

Budi daya jamur tiram oleh WBP Lapas Curup ini di bawah bimbingan instruktur yang sudah berpengalaman. Kini sudah mulai menghasilkan 20-30 kg per harinya.

Priono (58), instruktur budi daya jamur tiram di Lapas Kelas IIA Curup, menyatakan usaha jamur tiram oleh WBP Lapas Kelas IIA Curup itu cukup menjanjikan karena pangsa pasarnya cukup luas dan harga jual di pasaran bisa mencapai Rp20.000 per kg serta bisa diusahakan di mana saja.

"Usaha jamur tiram ini sangat menjanjikan, buktinya dengan usaha jamur tiram ini, saya bisa membiayai kuliah anak-anak saya, satu di antaranya sudah bekerja di Lapas Bentiring, Bengkulu, dan dua orang lagi bekerja di Jepang," katanya.

Usaha budi daya jamur tiram di lapas ditarget bisa memproduksi minimal 55 kg jamur setiap hari dengan jumlah media tanam atau baglog yang disiapkan mencapai ribuan dan tersebar di 11 lokasi. Adapun lama pemeliharaan, rata-rata jamur berusia 2 bulan sudah bisa menghasilkan.

Mendapat apresiasi

Usaha budi daya jamur tiram dan wira usaha lainnya seperti peternakan ayam petelur dan budi daya ikan lele yang dilaksanakan WBP di Lapas Kelas IIA Curup mendapat apresiasi dari Kepala Kanwil Kemenkumham Provinsi Bengkulu, Erfan.

"Saya harapkan usaha ini dilakukan berkesinambungan. Kepala lapas boleh berganti, tapi kepala lapas yang akan datang dapat mempertahankan dan meningkatkan lagi usaha ini," kata dia saat menghadiri panen perdana jamur tiram di Lapas Curup.

Saat ini seluruh lapas yang ada di Provinsi Bengkulu sudah menjalankan kegiatan latihan dan bimbingan kerja beragam jenis, namun untuk budi daya jamur tiram baru dilaksanakan di Lapas Kelas IIA Curup.

Budi daya jamur tiram yang dilakukan oleh WBP Kelas IIA Curup ini bisa ditiru oleh lapas lainnya sehingga nantinya bisa memberikan pengetahuan dan memenuhi kebutuhan sayur di lapas maupun masyarakat luar.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Rejang Lebong Putra Mas Wigoro saat mengunjungi Lapas Kelas IIA Curup juga mengapresiasi kemandirian WBP Lapas Kelas IIA Curup ini.

Sebagai apresiasi, dirinya langsung memborong 50 kg jamur tiram yang dihasilkan WBP Lapas Kelas IIA Curup. Ia berharap keahlian yang didapati itu nantinya bisa menjadi bekal mereka saat kembali ke masyarakat.

Berbagai program untuk mengatasi dampak dari kelebihan daya tampung di Lapas Kelas IIA Curup melalui program pemberdayaan, pemberian keterampilan, dan pembinaan WBP ini merupakan langkah yang positif guna mencegah terjadinya konflik di dalam lapas.

Kesibukan merawat jamur tiram setiap hari juga menjadikan mereka orang lebih berguna. Saat kembali ke masyarakat nanti, pengalaman tersebut bisa dipraktikkan untuk mengawali usaha baru.

Beragam kegiatan yang dilakukan oleh Lapas Kelas IIA Curup ini merupakan langkah memanusiakan manusia karena selama ini ada stigma bahwa setiap orang yang masuk penjara identik dengan manusia jahat dan tidak berguna.

Apa yang dilakukan Lapas Kelas 2A Curup bisa menambah percaya diri WBP ketika mereka memulai hidup baru setelah lepas dari lapas.