Kemenkop dan UKM Pesimis Ketahanan Pangan Sulit Dicapai Indonesia, Kok Bisa?

"Kalau di Indonesia petani itu rata-rata cuma memiliki 0,3 hektare per orang, jadi dalam sistem pertanian yang kecil-kecil ini sulit untuk membangun ketahanan pangan, misalnya untuk kebutuhan suplai ke pasar baik kuantitas, kualitas, kontinuitas itu sangat sulit," kata Menteri Koperasi UKM Tenten Masduki di Kabupaten Magelang, Jawa Timur (Jatim) pada Kamis (16/2/2023).
"Kalau di Indonesia petani itu rata-rata cuma memiliki 0,3 hektare per orang, jadi dalam sistem pertanian yang kecil-kecil ini sulit untuk membangun ketahanan pangan, misalnya untuk kebutuhan suplai ke pasar baik kuantitas, kualitas, kontinuitas itu sangat sulit," kata Menteri Koperasi UKM Tenten Masduki di Kabupaten Magelang, Jawa Timur (Jatim) pada Kamis (16/2/2023).

Gemapos.ID (Jakarta) - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) mendorong para petani membangun bisnis model pertanian modern melalui koperasi untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Sistem pertanian di Indonesia berbeda dengan di Australia, Amerika, dan Eropa yang memiliki luas lahan bisa ratusan hektare.

"Kalau di Indonesia petani itu rata-rata cuma memiliki 0,3 hektare per orang, jadi dalam sistem pertanian yang kecil-kecil ini sulit untuk membangun ketahanan pangan, misalnya untuk kebutuhan suplai ke pasar baik kuantitas, kualitas, kontinuitas itu sangat sulit," kata Menteri Koperasi UKM Tenten Masduki di Kabupaten Magelang, Jawa Timur (Jatim) pada Kamis (16/2/2023). 

Dengan kondisi tersebut petani kurang produktif dan kurang efisien. 

"Hal ini yang mau kita tiru bagaimana corporate farming seperti di Australia, New zeland, tetapi bukan dimiliki oleh satu orang. Kita lewat koperasi nanti korporatisasi petaninya dikonsolidasi, petani gabung dalam koperasi sehingga skala ekonominya dapat," ujarnya. 

Ada lahan perhatian sekitar 400 hektare dimiliki 600 petani. 

"Kami di Lampung bikin model yang sama 400 hektare melibatkan 600 orang untuk satu produk, yaitu pisang. Pisang yang di Singapura itu pasti dari koperasi petani pisang di Lampung," katanya.

Dengan para petani tergabung dalam koperasi, maka mereka akan fokus mengurus tanamannya supaya bisa produktif, tidak usah pusing nanti mau menjual hasil panen ke mana.

"Menjual itu urusan off taker, jadi nanti koperasi sebagai agregator produk, koperasi bisa kerja sama dengan perusahaan, atau langsung ke pasar," ucapnya. 

Apalagi, model petani yang sudah tergabung dalam koperasi sudah dirintis di Ciwidey Bandung yakni sekitar 1.200-an petani. Sekarang produknya sudah masuk ke jaringan pasar modern.

"Jadi kami mau bersama-sama membangun sistem pertanian yang terencana, apa yang ditanam petani varietas tanamannya, produknya, juga volumenya itu sesuai dengan apa yang diminta oleh pasar," ujarnya. (ant/din)