Koalisi Masyarakat Sipil dorong DKPP Objektif Jalankan Sidang Perkara Verifikasi Parpol

Suasana sidang pembacaan putusan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (1/2/2023). (ant)
Suasana sidang pembacaan putusan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (1/2/2023). (ant)

Gemapos.ID (Jakarta) - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendorong Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) agar menjalankan persidangan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) secara objektif, profesional, dan independen.

"Dorongan masif dari masyarakat (untuk menindak dugaan pelanggaran KEPP) ini mesti dijawab oleh DKPP dengan menjalankan persidangan yang objektif, profesional, dan independen sebab jika tidak, prinsip integritas dalam penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu akan tercoreng," ujar perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih sekaligus peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Kurnia menambahkan saat ini masif-nya desakan agar DKPP menindak tegas dugaan pelanggaran KEPP terkait dengan dugaan kecurangan dalam verifikasi partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2024 itu dapat dilihat dari petisi daring yang telah ditandatangani oleh lebih dari sembilan ribu orang.

"Hingga hari ini, petisi daring yang tercantum dalam laman change.org dengan judul 'DKPP Usut Tuntas Dugaan Kecurangan Proses Verifikasi Faktual yang Dilakukan KPU RI!' sudah ditandatangani sembilan ribu orang lebih," ucap Kurnia.

Berikutnya, Kurnia menyampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih juga mendesak DKPP agar menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tetap bagi para terlapor.

Sebelumnya, DKPP menjadwalkan memeriksa sejumlah penyelenggara pemilu, termasuk anggota KPU RI Idham Holik dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (8/2/2023).

"DKPP akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP perkara Nomor 10-PKE-DKPP/I/2023 di Ruang Sidang DKPP RI di Jakarta pada Rabu pukul 10.00 WIB," ujar Sekretaris DKPP Yudia Ramli.

Yudia menambahkan agenda sidang tersebut adalah mendengarkan keterangan pengadu dan ter-adu serta saksi-saksi atau pihak terkait.

Lebih lanjut, Yudia menyampaikan perkara tersebut diadukan oleh anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, Jack Stephen Seb. Jack mengadukan sepuluh penyelenggara pemilu, di antaranya, Ketua KPU Sulawesi Utara Meidy Yafeth Tinangon dan anggota KPU Sulawesi Utara Salman Saelangi serta Lanny Anggriany Ointu sebagai teradu I, II, dan III.

Berikutnya, teradu IV Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara Lucky Firnando Majanto dan ter-adu V, yakni Kepala Bagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Sumber Daya Manusia KPU Provinsi Sulawesi Utara Carles Y. Worotitjan.

"Selain itu, diadukan juga Ketua KPU Kabupaten Sangihe Elysee Philby Sinadia dan anggota KPU Sangihe Tomy Mamuaya serta Iklam Patonaung sebagai teradu VI sampai VIII," papar Yudia.

Kemudian, Kepala Subbagian Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe Jelly Kantu dan anggota KPU RI Idham Holik sebagai ter-adu IX dan X.

Yudia mengatakan pengadu menduga ter-adu I sampai IX telah mengubah status tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam tahapan verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Ter-adu I sampai IX diduga mengubah status itu dengan mengubah data berita acara dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dalam kurun waktu 7 November sampai dengan 10 Desember 2022.

"Sementara itu, ter-adu X diduga menyampaikan ancaman di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City Entertaiment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara. Ancaman tersebut adalah perintah harus tegak lurus, tidak boleh dilanggar, dan bagi yang melanggar akan dimasukkan ke rumah sakit," lanjut Yudia. (pu)