Tanggapan Kemenkeu Utang Indonesia Dinilai Terus Membengkak

"Yang Anda sebut sehat, 39% itu sehat sebetulnya. Anda terobsesi sehat tuh dianggapnya sehat itu nggak ada utang, nggak ada. Semua negara mau Brunei Darussalam, Saudi Arabia dia punya utang," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Jumat (3/2/2023).
"Yang Anda sebut sehat, 39% itu sehat sebetulnya. Anda terobsesi sehat tuh dianggapnya sehat itu nggak ada utang, nggak ada. Semua negara mau Brunei Darussalam, Saudi Arabia dia punya utang," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Jumat (3/2/2023).

Gemapos.ID (Jakarta) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan utang pemerintah sebesar Rp7.733,99 triliun pada 30 Desember 2022. Angka ini naik Rp179,74 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.

Dengan demikian, 39,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. 

"Yang Anda sebut sehat, 39% itu sehat sebetulnya. Anda terobsesi sehat tuh dianggapnya sehat itu nggak ada utang, nggak ada. Semua negara mau Brunei Darussalam, Saudi Arabia dia punya utang," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Jumat (3/2/2023). 

Kenaikan utang Indonesia akibat pandemi Covid-19 dan pelebaran deficit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Kondisi ini diatasi dengan  optimalisasi penerimaan agar defisit APBN dan utang mengecil.

Apalagi, pengelolaan keuangan negara dinilai telah berlangsung secara baik yang diikuti dengan kenaikan pendapatan negara melalui pajak dan bea cukai.

"Kalau kita ingin utang menurun, pada saat economy boom kita collect penerimaan negara itu harus reform perpajakan. Apakah itu PPh untuk orang pribadi, PPh untuk korporasi, PPh untuk PPN, pajak, ekspor, bea masuk, bea keluar, royalti kita kumpulkan, pajak bumi bangunan kita kumpulkan semuanya untuk membiayai sisi belanja," ucapnya. 

Dalam buku APBN KiTA, pemerintah menyatakan secara umum posisi utang hingga akhir 2022 masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali. 

Langkah ini diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal. Pemerintah juga berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hati-hati.

Utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yakni 88,53% dan sisanya pinjaman 11,47%.

Porsi SBN Rp 6.846,89 triliun terdiri dari SBN domestik Rp 5.452,36 triliun dan valuta asing Rp 1.394,53 triliun.

Untuk pinjaman senilai Rp 887,10 triliun terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp19,67 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 867,43 triliun.

Berdasarkan mata uang, utang pemerintah masih didominasi oleh mata uang domestik (rupiah) yaitu 70,75%. 

Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat semakin terjaga.

"Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri," tuturnya.

Kepemilikan SBN didominasi oleh perbankan dan diikuti Bank Indonesia (BI) dengan kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir 2021 tercatat 19,05% dan per akhir Desember 2022 mencapai 14,36%.

Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah uang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. 

“Meski demikian, pemerintah akan terus mewaspadai berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju," tulis buku APBN KiTA. (dtf/adm)