Pasca Gempa, Jangkar Baja: Cianjur Harus Pulih dan Bangkit

doc. Jangkar Baja di situs Gunung Padang, Cianjur. (ist)
doc. Jangkar Baja di situs Gunung Padang, Cianjur. (ist)

Gemapos.ID (Jakarta) - Dua bulan telah berlalu pasca gempa bumi dengan magnitudo 5,6 telah terjadi di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, pada Senin tanggal 21/11/2022 pukul 13.21 WIB.

Gempa tektonik ini terjadi akibat pergeseran patahan Cimandiri, yang berdasarkan penelitian Teknik Geologi Universitas Padjadjaran pada 2017, sesar Cimandiri merupakan sesar tua yang terbentuk pada akhir Eosen Tengah kurang lebih 40 juta tahun lalu.

Dalam jurnal Universitas Gadjah Mada pada 2018, sesar Cimandiri  telah menyebabkan beberapa gempa bumi yang tercatat diantaranya Gempa Pelabuhan Ratu (1900), Gempa Padalarang (1910), Gempa Conggeang (1948), Gempa Tanjungsari (1972), Gempa Cibadak (1973), Gempa Gandasoli (1982) dan Gempa Sukabumi (2001).

Gempa Cianjur telah menyebabkan kerusakan yang cukup hebat dan jumlah korban yang cukup besar karena tertimpa rumah yang tidak memiliki standar ketahanan gempa serta tertimbun longsor.

Presidium Nasional Jaringan Kerja Akar Rumput Bersama Ganjar (Jangkar Baja) pada tanggal 19 Januari 2022 kembali berkunjung ke Cianjur. 

"Sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan kami saat awal gempa hadir ke Cianjur. Tentunya menyalurkan bantuan. Kami ada basecamp di tempat Bapak Harri Sastrakusuma," Haryati Ariesunda.

"Pada kunjungan berikutnya juga kami saksikan tim rescue dari pemerintah ke kabupaten se-Jawa Tengah membangun basecamp di areal Yayasan Pendidikan Islam Riyadhul Muttaqien Gedong Asem milik pak Harri Sastrakusuma. Jadi kami hadir kembali kali ini sebagai bentuk silahturahmi sekaligus untuk melihat langsung bagaimana proses pemulihan masyarakat pasca gempa," Ariesunda. 

Ketua Presidium Nasional Jaringan Kerja Akar Rumput Bersama Ganjar (Jangkar Baja) I Ketut Guna Artha yang disapa Igat mengapresiasi upaya timnya yang telah ambil bagian dalam aksi kemanusiaan di Cianjur.

"Saya juga berterimakasih dikenalkan dengan Bapak Harri Sastrakusuma, salahsatu tokoh masyarakat Cianjur yang menerima kami dengan hangat bahkan mendiskusikan banyak hal. Saya salut saat kami ada di Cianjur beliau masih menyalurkan bantuan tempe dan tahu kepada warga yang masih membutuhkan," kata Igat dalam keterangnya kepada gemapos, Jumat (27/1/2023).

"Memang terlihat di lapangan upaya pemerintah dalam penanganan dan perbaikan perkuatan tebing yang langsor, membangun hunian warga yang direlokasi. Dan bahkan sebagian besar warga telah meninggalkan tenda pengungsian untuk bangkit pasca gempa. Bahkan saya dapat informasi Presiden Jokowi akan kembali berkunjung ke Cianjur. Saya pikir ini bentuk empati beliau untuk masyarakat Cianjur," Igat.

"Diskusi kami tidak terbatas pada persoalan penanganan bencana gempa tapi juga bagaimana duka akibat gempa ini menjadi momen kebangkitan masyarakat Cianjur. Karena Cianjur bukan hanya daerah penghasil beras yang pulen namun menyimpan potensi lain yang perlu dikembangkan yakni budaya dan pariwisata, masyarakat Cianjur harus optimis ditengah fakta geologi mendiami daerah patahan yang sewaktu-waktu bencana gempa sangat mungkin terjadi kembali," igat.

"Sepengetahuan saya Jawa Barat khususnya Cianjur saya yakini sebagai leluhur manusia Nusantara. Itulah alasan Ratu Gayatri Rajapatni neneknya Raja Majapahit Hayam Wuruk mengingatkan Mahapatih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa untuk menyatukan Nusantara mengecualikan Sunda Galuh (Pajajaran),"

"Cianjur menyimpan peradaban awal seni arsitektur dan konstruksi bangunan dengan ditemukannya Situs Gunung Padang," igat 

Gunung Padang adalah situs kuno yang berada di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Keberadaannya ditemukan pertama kali oleh N. J. Krom pada tahun 1914. Mengingat saat itu dalam masa perjuangan untuk mencapai kemerdekaan maka baru pada tahun 1979 oleh warga setempat dilaporkan kepada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Gunung Padang adalah sisa-sisa dari zaman megalitikum dapat dilihat dari tinggalan bebatuan sebagai tempat pemujaan.

Untuk kepentingan penelitian, pelestarian, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan Situs Gunung Padang maka dilakukan penelitian dan eksavasi yang didasarkan pada Perpres nomor 148 tahun 2014, Permen Kemendikbud dan Pergub Jawa Barat.

Dalam penelitian beberapa metode yang dilakukan adalah survei radar penembus tanah, tomografi sinar-X, pencitraan 2D dan 3D, pengeboran inti, dan penggalian.

Hasil penelitian berdasarkan penanggalan radiokarbon menunjukan bahwa lapisan pertama (puncak) dari Gunung Padang usianya sekitar 3.500 tahun. Sedangkan, lapisan kedua dari situs ini usianya sekitar 8.000 tahun dan lapisan ketiga (dasar) berusia sekitar 9.500-28.000 tahun.

Dengan membaca hasil uji karbon tersebut maka Situs Gunung Padang diperkirakan pertama kali dibangun pada 8000 SM (tinjauan geologis). Artinya usianya diperkirakan lebih tua dari Piramida di Mesir, kota Mahenjo Daro dan Harrapa di India serta Mesopotamia di Irak.

"Memang usia batuan tidak serta merta menjadi kesimpulan umur bangunan secara (arkeologis). Oleh karena itu dibutuhkan penelian lebih lanjut," igat.

"Ahli geologi memperkirakan kehidupan di bumi sudah ada sejak 3,5 milyar tahun lalu.

Berdasarkan Brahmapurana saat ini dunia telah memasuki jaman Kali Yuga sejak 3102 SM - sekarang. Sehingga usia kehidupan "manusia" diperkirakan telah ada sejak 1,844 milyar tahun yang lalu dan lebih mendekati hipotesa Kenorland dan Anak Benua India, teori terbentuknya benua atau daratan," igat.

Dunia barat tidak bisa menentukan secara pasti dimulainya peradaban Lembah Sungai Indus. Ada yang memperkirakan 10 ribu SM dan 5000 SM. 

Hasil penelitian dengan metode uji karbon menunjukkan, kota Harappa dibangun dan dihuni antara tahun 3300 SM - 1600 SM jaman Mahabharata hingga terjadinya perang Bharatayuda.

Di daratan Afrika, peradaban Mesir diperkirakan diawali pada 3500 SM - 1100 SM yang ditandai dengan Menes pada 2700 SM berhasil mempersatukan masyarakat Mesir Hulu dan Hilir Sungai Nil. Lalu dilanjutkan era Firaun yang mewariskan bangunan Piramida sebagai tempat menyimpan jenazah raja Mesir kuno dan Kuil untuk memuja para Dewa serta Sphinx melambangkan sosok Firaun yang memiliki badan perkasa seperti singa dan pikiran cerdas seperti manusia.

Bangsa Sumeria adalah bangsa awal yang mendiami kawasan Mesopotamia (Asia Barat) sekitar 3000 SM. Bangsa Sumeria menyembah banyak dewa di Kuil berbentuk piramid diatas kubus.

Seorang filsuf Valmiki/Balmiki menulis sejarah perjalanan Rama dalam Ramayana di jaman Treta Yuga yang terjadi sebelum era Mahenjodaro dan Harrapa.

Vyasa pada 1700 SM seorang filsuf dan sastrawan India Kuno yang mengumpulkan dan membukukan Veda (pengetahuan) dari jaman ke jaman menjadi 4 kelompok yakni RgVeda, Sama Veda, Yayur Veda, Atharva Veda.

Vyasa lah yang meriwayatkan sejarah Mahabharata hingga perang Bharatayuda.

"Jika tinjauan arkeologis memperkirakan Situs Gunung Padang berusia kurang lebih 3000 tahun maka peradaban masyarakat Gunung Padang (Cianjur) telah ada setelah perang Bharatayuda. Jika merujuk kisah pencarian Dewi Sita oleh Hanuman hingga Jawa Dwipa maka ada kemungkinan peradaban masyarakat Gunung Padang sejaman dengan Ramayana," Igat.

"Yang kita petik hikmahnya dari penemuan situs Gunung Padang tidak terbatas pada dialektika atas waktu dibangunnya bangunan piramida atau punden berundak tersebut yang menunjukkan peradaban Cianjur masa lalu namun mengapa bangunan sebesar itu batuannya berserakan dan pusat pemukimannya lenyap?," 

"Menurut saya gempa Cianjur menjadi bukti bahwa secara geologi Cianjur berada diatas patahan aktif yang mengakibatkan terjadinya gempa dari masa ke masa sehingga pada saat peradaban Gunung Padang bisa saja terjadi korban jiwa massal dan yang selamat bermigrasi,".

"Berangkat dari relasi peradaban Gunung Padang dan gempa Cianjur maka pertama, mitigasi bencana menjadi penting bagi masyarakat Cianjur untuk meminimalisir kerusakan benda dan korban jiwa jika kembali terjadi gempa, kedua peradaban masa lalu masyarakat Cianjur yang direpresentasikan oleh Gunung Padang perlu dijadikan potensi wisata riset, wisata budaya dan religi," pungkas Igat. (rk)