Bantahan Wilmar Group atas Tudingan Lakukan Kartel Minyak Goreng

“Mengingat persentase harga CPO mencapai 80% sampai 85% dari biaya produksi,” kata Kuasa Hukum Wilmar Group Indonesia Rikrik Rizkiyana di Jakarta pada Minggu (16/1/2023).
“Mengingat persentase harga CPO mencapai 80% sampai 85% dari biaya produksi,” kata Kuasa Hukum Wilmar Group Indonesia Rikrik Rizkiyana di Jakarta pada Minggu (16/1/2023).

Gemapos.ID (Jakarta) - Wilmar Group Indonesia menyebutkan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022 akibat kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar global.

“Mengingat persentase harga CPO mencapai 80% sampai 85% dari biaya produksi,” kata Kuasa Hukum Wilmar Group Indonesia Rikrik Rizkiyana di Jakarta pada Minggu (16/1/2023). 

Dengan demikian, Rikrik Rizkiyana membantah kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng pada periode akibat kesepakatan pelaku usaha untuk menaikkan harga dan menahan pasokan. 

“Kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng bukan disebabkan oleh kesepakatan pelaku usaha untuk menaikkan harga dan menahan pasokan,” ujarnya.

Kelangkaan ini terjadi hanya untuk minyak goreng kemasan merek-merek premium di ritel-ritel modern, sedangkan banyak minyak goreng curah tersedia di pasar.

“(Saat itu) harga minyak goreng kemasan menjadi sama dengan harga minyak goreng curah, sehingga masyarakat berebut membeli minyak goreng kemasan,” ujar Rikrik Rizkiyana.

Kuasa hukum Wilmar Group lainnya Farid Nasution menambahkan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng bukan akibat produksi, tetapi lantaran kenaikan harga CPO, penerapan HET, dan kendala distribusi.

“Hal ini diperkuat dengan keterangan para saksi yang sudah dihadirkan di persidangan baik oleh investigator maupun terlapor yang mengaku tidak mengetahui adanya koordinasi antara pengusaha untuk menaikkan harga jual,” ucapnya. 

Produsen minyak goreng tidak punya kendali atas rantai distribusi minyak goreng yang panjang, mulai dari produsen, distributor, sub distributor, agen, pedagang grosir, supermarket/swalayan, pedagang eceran, sampai konsumen akhir.

Sebelumnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga sebanyak 27 perusahaan melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

Berdasarkan Laporan Dugaan Pelanggaran yang disusun oleh Investigator KPPU, para terlapor diduga melanggar atas dua hal, yaitu membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober 2021 hingga Desember 2021 dan periode Maret sampai Mei 2022.

Selain itu membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari 2022 sampai Mei 2022.