Indonesia Disebut Belum Pikirkan Strategi Diplomasi Ekonomi ke Depan

"Kami melihat tidak adanya referensi yang mendalam mengenai persaingan politik negara-negara besar, misalnya hubungan AS (Amerika Serikat)-Tiongkok," kata Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS Shafiah F Muhibat di Jakarta pada Rabu (11/1/2023).
"Kami melihat tidak adanya referensi yang mendalam mengenai persaingan politik negara-negara besar, misalnya hubungan AS (Amerika Serikat)-Tiongkok," kata Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS Shafiah F Muhibat di Jakarta pada Rabu (11/1/2023).

Gemapos.ID (Jakarta) - Centre for Strategic and International Studies/CSIS (Pusat Kajian Strategis dan Internasional) menyayangkan isu-isu kawasan tidak difokuskan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia (RI) Retno Marsudi dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu (PPTM) 2023. 

"Kami melihat tidak adanya referensi yang mendalam mengenai persaingan politik negara-negara besar, misalnya hubungan AS (Amerika Serikat)-Tiongkok," kata Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS Shafiah F Muhibat di Jakarta pada Rabu (11/1/2023). 

Sebanyak empat isu yang mesti menjadi prioritas Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) RI diplomasi kedaulatan di perbatasan dan diplomasi perlindungan WNI di luar negeri.

Kemudian, diplomasi ekonomi yang membahas rencana strategi ke depan, dan diplomasi terkait kontribusi Indonesia bagi perdamaian di kawasan dan di dunia.

Shafiah F Muhibat mencatat PPTM 2023 tidak membahas isu-isu yang sedang meningkat tensinya di kawasan seperti terrkait hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

"Sama sekali tidak disinggung isu-isu Laut China Selatan dan juga peningkatan tensi di Selat Thailand," ujarnya. 

Padahal, Indonesia sebagai sebuah negara penting di kawasan Asia Tenggara terutama pada tahun ini memegang keketuaan ASEAN seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci tentang bagaimana Indonesia akan menavigasi persaingan dua negara besar tersebut.

PPTM 2023 juga tidak membahas isu-isu regional seperti Laut China Selatan, isu terkait Taiwan, dan Korea Utara (Korut).

"Padahal meningkatnya tensi di beberapa kawasan ini cukup menyita perhatian dan menuntut respons khusus dari berbagai negara yang ada di sekitarnya, termasuk Indonesia," tuturnya. 

Selain itu tidak dilakukan pembahasan secara spesifik mengenai isu-isu maritim.

"Kalau kita lihat beberapa tahun ke belakang, terutama 5 tahun lalu, isu maritim menjadi isu besar bagi Indonesia dan menjadi salah satu agenda besar dari kebijakan luar negeri," tuturnya. 

Shafiah F Muhibat menyimpulkan prioritas yang dibahas dalam PPTM 2023 secara umum tidak mengalami pergeseran yang terlalu signifikan dari tahun 2022.

"Isu yang menjadi prioritas masih menjadi kelanjutan dari isu-isu yang selama beberapa tahun ke belakang menjadi isu prioritas," ujarnya. 

Dengan demikian, Kemenlu perlu melakukan strategi khusus dari kebijakan luar negeri untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada di 2023.

"Ada banyak sekali tantangan geopolitik di 2023, misalnya persaingan AS-Tiongkok, dan semakin banyaknya dampak dari perang di Ukraina. Seharusnya ada strategi secara khusus yang dibuat untuk kebijakan luar negeri di tengah persaingan global," ujarnya. (ant/din)